Selasa, 19 Agustus 2008

Palestine

hari ini baru saja bahas diskusi tentang sejarah kebetulan kelompok saya ambil sejarah tentang palestine,dibawah ini adalah bahan-bahan diskusi yang saya dan teman-teman bahas dikampus, mudah-mudahan artikel ini berguna untuk kita semua.

Catatan Sejarah Palestina
Wednesday, 14 May 2008
1922: Dalam Buku Putih, Winston Churchil, Sekretaris Kolonial Inggris, mengeluarkan Yordania dari Deklarasi Balfour dan menyetujui imigrasi kaum Yahudi bertambah sampai sesuai kapasitas ekonomi Palestina.
Sebelum Masehi (S.M)

3000-2000 S.M: Awal Jaman Perunggu. Hijrah dan menetapnya suku Kan’an Arab.

Sekitar 1800 S.M: Nabi Ibrahim as hijrah dari Sumer ke Palestina.

Sekitar 1650 S.M: Nabi Yaqub dan putra-putranya hijrah dari Palestina ke Mesir.

Sekitar 1250 S.M: Kan’an dikuasai Bani Israel.

Sekitar 985 S.M: Pendirian kerajaan Nabi Daud di Palestina.

965-928 SM: Jaman kekuasaan Nabi Sulaiman dan pembangunan rumah ibadah di Yerusalem (Al-Quds).

928 SM: Pemerintahan Bani Israel pecah menjadi dua, Israel dan Judah.

721 SM: Bangsa Assyirian menaklukkan Israel.

586 SM: Babylonia di bawah pimpinan Nebuchadnezzar menakulkkan kerajaan Judah. Perpindahan besar-besaran kaumKuil Solomon Yahudi ke Babylonia dan penghancuran rumah ibadah.

539 SM: Bangsa Persia (Iran) menaklukkan Babylonia dan Palestina pada masa pemerintahan Cyrus dan kembalinya sebagian kaum Yahudi ke Palestina. Pembangunan rumah ibadah baru.

333 SM: Iskandar dari Macedonia menaklukkan kekaisaran Persia. Yunani menguasai Palestina.

323 SM: Menyusul wafatnya Iskandar orang-orang Ptolemia Mesir dan Seleucida Suriah di Palestina secara bergantian menguasai Palestina.

165 SM: Warga Makabi menentang Raja Seleucida dan mendirikan sebuah negara Yahudi.

63 SM: Palestina jatuh ke tangan kekaisaran Romawi.

4 SM: Kelahiran Isa al-Masih di Palestina (menurut para sejarawan).

Setelah Masehi (M)

70 M: Setelah perang berdarah di Palestina, rumah ibadah kedua dihancurkan atas perintah Titus dari Romawi.

132-135: Pemberontakan warga Yahudi dipimpin oleh Barkokhba dan penumpasan yang dilakukan pemerintahan Romawi. Kaisar Hadrian melarang kaum Yahudi masuk ke Yerusalem dan membangun sebuah kota Romawi di atas reruntuhannya.

330-638: Palestina berada di bawah pemerintahan Byzantium (Romawi Timur). Kawasan dengan cepat mengalami kristenisasi. Pada tahun 614 M, Palestina direbut oleh Dinasti Sasani Persia namun tak lama berselang diambil alih kembali oleh Pemerintahan Byzantium.

608-620: Masa kenabian Nabi Muhammad saww sebelum hijrah ke Madinah. Mi’raj Rasulullah dari Masjid al-Aqsha di Yerusalem, menuju langit.
638: Di bawah kekhalifahan Umar bin Khattab, kaum muslimin menaklukkan Palestina.

661-750: Palestina berada di bawah pemerintahan Dinasti Umayyah dari Syam. Pembangunan Kubah al-Sakhrah oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan pembangunan kembali Masjid al-Aqsha oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik.

750: Awal pemerintahan Dinasti Abbasiah dari Bagdad di Palestina.

969: Dinasti Fathimi dari Mesir yang mengaku berasal dari putri Nabi, Fathimah as dan imam pertama Syiah, Ali as, menguasai Palestina. Dinasti Fathimi secara resmi mengumumkan bahwa mereka adalah khalifah tandingan Dinasti Abbasiah.

1071: Dinasti Saljuq dari Isfahan menguasai Yerusalem dan beberapa daerah Palestina. Yerusalem secara resmi masuk ke dalam pemerintahan Dinasti Abbasiah.

1099-1187: Pasukan Salib yang berasal dari berbagai negeri Eropa menaklukkan Palestina dan mendirikan sebuah kerajaan Romawi di Palestina. Setelah penaklukan al-Quds, mereka membunuh secara massal penduduk kota.

1187: Panglima perang muslim asal Kurdi, Shalahuddin Ayyubi mengalahkan tentara Salib di Hittin, Palestina Utara dan menaklukan Yerusalem. Dia mendirikan Dinasti Ayyubi dan memerintah Palestina dari Kairo.

1260: Dinasti Mameluk Mesir menggantikan Dinasti Ayyubi dan memerintah di Palestina. Mereka mengalahkan bangsa Mongol dalam perang di ‘Mata Air Jalut’ dekat Nazareth. Koalisi Bangsa Mongol dan tentara Salib menderita kekalahan.

1291: Dinasti Mameluk menaklukkan kubu pertahanan terakhir tentara Salib Acre dan Caesarea di Palestina.
1516-1917: Dinasti Ottoman memerintah Palestina.

1832-1840: Muhammad Ali Pasya (penguasa Mesir) untuk sementara waktu mengambil alih kekuasaan atas Palestina dari tangan Dinasti Ottoman.

1876-1877: Menurut undang-undang Kesultanan Ottoman, wakil-wakil Palestina dari Yerusalem ikut hadir dalam sidang parlemen pertama Kesultanan Ottoman di Istanbul.

1878: Pendirian perkampungan pertama Zionis di Palestina, bernama Petah Tekwah, yang mengandalkan pertanian.

1882: Kapitalis Yahudi Eropa, Baron Edmond Rothschild mulai memberikan dukungan finansial untuk perkampungan Yahudi di Palestina.

1882-1903: Gelombang pertama imigran Yahudi berjumlah 25 ribu orang memasuki Palestina yang sebagian besarnya berasal dari Eropa Timur.

1897: Kongres pertama Zionis di Basel, Switzerland mengeluarkan program yang menyerukan “pendirian sebuah tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina”. Kongres juga mendirikan Organisasi Zionis Internasional untuk bekerja mewujudkan seruan tersebut.

1904-1914: Gelombang kedua imigran Yahudi berjumlah 40 ribu orang tiba di Palestina sehingga menambah jumlah penduduk Yahudi di Palestina menjadi 6% dari total penduduk. Namun, pada Perang Dunia I, 40.000 orang Yahudi meninggalkan Palestina.

1909: Pendirian “Kibbutz” pertama (perkampungan pertanian eksklusif Yahudi). Pendirian kota Tel Aviv di Utara Jaffa.

1916: Sharif Husayn, pemimpin pemberontakan warga Arab di Mekkah yang menentang kekuasaan Ottoman, berhasil meyakinkan Mc Mohan, Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, bahwa setelah akhir Perang Dunia I (1914-1918), negeri Arab keluar dari kekuasaan Ottoman dan membentuk sebuah negara yang bebas dan bersatu. Namun, tak selang berapa lama, dalam sebuah perjanjian rahasia (Sykes-Picot), Inggris dan Perancis membagi negeri-negeri Arab di antara mereka sendiri.

1917: Arthour Balfour, Sekretaris Luar Negeri Inggris, di dalam suratnya yang terkenal kepada Lord Rothschild mendeklarasikan bahwa Inggris mendukung pendirian negara Yahudi di Palestina. Deklarasi ini mengakibatkan terjadinya gelombang ketiga imigrasi kaum Yahudi ke Palestina pada tahun berikutnya. Deklarasi ini ditulis dengan koordinasi antara Lloyd George, Perdana Menteri Inggris, dan Woodrow Wilson, Presiden Amerika.

1918: Setelah penaklukan Palestina dan al-Quds, Jenderal Allenby, Komisaris Inggris, mendeklarasikan “Perang Salib berakhir”.

1919-1923: Terjadi gelombang ketiga imigrasi Yahudi ke Palestina berjumlah 35 ribu orang. Di akhir periode ini, tercatat kepemilikan tanah Yahudi berjumlah 3% dari total tanah Palestina.

1920: Dalam pertikaian antara kaum Yahudi dan warga Arab, beberapa orang tewas dan luka-luka. Komisi Penyelidik Inggris menganggap konflik disebabkan oleh pelanggaran terhadap perjanjian kemerdekaan bangsa Arab, sebagaimana konsekwensi politik dan ekonomi orang-orang Zionis.

1921: Pendirian Haganah, Organisasi Bersenjata Rahasia Zionis (beberapa dekade kemudian, organisasi ini menjadi bagian utama Partai Buruh Israel). Kaum Arab Palestina melanjutkan protes menentang imigrasi kaum Yahudi dan Deklarasi Balfour. Untuk itulah, seorang delegasi Palestina berangkat ke London.

1922: Dalam Buku Putih, Winston Churchil, Sekretaris Kolonial Inggris, mengeluarkan Yordania dari Deklarasi Balfour dan menyetujui imigrasi kaum Yahudi bertambah sampai sesuai kapasitas ekonomi Palestina. Sensus Inggris menunjukkan populasi Palestina berjumlah 757.182 orang, dengan 78% Arab Muslim, 11% Yahudi dan 10% Arab Kristen.

1923: Kekuasaan Inggris atas Palestina secara resmi dimulai.

1924-1928: Gelombang keempat imigran Yahudi berjumlah 67 ribu orang, yang setengahnya adalah Bangsa Polandia, meningkatkan populasi Yahudi menjadi 16% dan kepemilikan tanah Yahudi menjadi 4,2%.

1925: Partai Revisionis, didirikan di Paris oleh seorang Zionist Polandia Vladimir Jabotinsky, dan mengusulkan pendirian sebuah negara Yahudi meliputi Palestina dan Yordania, yang akan diwujudkan melalui kekuatan militer.

1929: Pertikaian berdarah antara warga Palestina dan kaum Yahudi di “Tembok Ratapan” di sekitar Masjid al-Aqsha.

1929-1939: Gelombang kelima imigran Yahudi berjumlah 250 ribu orang meningkatkan populasi Yahudi menjadi 30%. Di akhir periode ini, kepemilikan tanah Yahudi mencapai 5,7 % dari total tanah Palestina.

1931: Organisasi Bersenjata Irgun yang didirikan oleh Vladimir Jabotinsky, beberapa pemimpin kaum revisionis dan sejumlah orang yang membelot dari Haganah serta mendukung ide kronfrontasi yang lebih keras terhadap Palestina. Beberapa tahun kemudian, Organisasi ini menjadi bagian utama Partai Likud Israel. Putaran kedua sensus Inggris di Palestina: total populasi 1.035.154, Arab Muslim 73%, Yahudi 17% dan Arab Kristen 9% (populasi Yahudi sesungguhnya lebih tinggi lagi).

1935: Syeikh Izzuddin Qassam, seorang ulama Haifa dan pemimpin kelompok gerilyawan pertama yang terorganisir di Palestina, syahid dalam bentrokan dengan pasukan Inggris. Para pengikutnya kelak memainkan peranan penting dalam perjuangan mendatang.

1936-1939 : Pemberontakan negara-negara Arab menentang Inggris kian meluas. Irgun memperhebat serangan terhadap Palestina. Komisioner Inggris, Peel, merekomendasikan pembagian Palestina menjadi sebuah negara Yahudi meliputi Haifa, Galilee dan pantai Mediterania dengan luas wilayah 1/3 tanah Palestina, sisanya bergabung dengan Yordania dan al-Quds (Yerusalem) berada di bawah naungan Inggris. Untuk merealisasikan tujuan ini, warga Palestina yang tinggal di Negara Yahudi akan diusir. Mufti Hajj Ahmad Amin al-Husayni, pemimpin spritual al-Quds, menyatukan warga Arab dalam sebuah Komisi Tinggi Arab yang akan mengatur aktivitas politik Palestina. Komisi ini bekerja sampai pertengahan tahun 60-an. Komisi Tinggi Arab menolak rekomendasi Komisioner Peel dan mendesak persatuan dan kemerdekaan Palestina serta menghormati kaum minoritas termasuk hak-hak KaumYahudi. Warga Arab, dalam kongres nasional mereka di Suriah, menekankan ide ini serta meminta penghentian imigrasi Yahudi dan larangan perpindahan tanah warga Palestina ke tangan orang-orang Yahudi. Inggris mendelarasikan pembubaran Komisi Tinggi Arab dan berbagai organisasi Palestina lainnya, dan mengusir para pemimpin mereka. Pengadilan-pengadilan militer Inggris didirikan untuk menumpas pemberontakan besar bangsa Arab.

1938: Pemboman oleh Irgun menyebabkan 119 warga Palestina mati syahid. Sebuah pabrik senjata didirikan oleh Haganah. Dibentuk batalion khusus hasil kolaborasi antara Inggris dan pasukan Haganah untuk menekan Palestina. Inggris memperkuat pasukannya dan mengambil alih kekuasaan atas Yerusalem dari para pemberontak.

1939: Konferensi Palestina di London yang dihadiri oleh Arab dan Zionis tidak berakhir dengan sukses. Majlis Awam Rendah Inggris menjanjikan kemerdekaan bersyarat bagi Palestina setelah 10 tahun. Dalam periode ini kuota tahunan imigran Kaum Yahudi harus dilindungi dan warga Palestina tetap berhak atas tanah mereka. Menurut catatan Inggris, warga Palestina yang dibunuh tentara Inggris diperkirakan berjumlah 4.000 orang dan korban perang Yahudi adalah 500 orang. Dengan dimulainya Perang Dunia II, Haganah menghimbau pasukannya bergabung dengan tentara Inggris.

1940-1945: Dalam rangkaian Perang Dunia II, 60 ribu orang Yahudi berimigrasi ke Palestina sehingga populasi kaum Yahudi menjadi 30% dan kepemilikan mereka atas tanah meningkat menjadi 6%.

1944: Organisasi ekstrim Yahudi, Irgun dan Stern, memimpin aktivitas menentang Inggris. Menahem Begin, Pimpinan Irgun, kelak menjadi perdana Menteri rezim Zionis pada tahun 1977-1983.

1945: Setelah Perang Dunia II, propaganda menentang perlakuan Nazi Jerman oleh Yahudi Eropa semakin menghebat dan Haganah memulai migrasi ilegal besar-besaran Yahudi ke Palestina.

1946: Komite Inggris-Amerika untuk Palestina mengumumkan bahwa jumlah pasukan elit bersenjata Haganah sebanyak 65 ribu orang, Irgun 4.000 orang dan Stern 250 orang. Komite ini mengusulkan penerimaan 100 ribu pengungsi Yahudi lainnya ke Palestina dan mengakhiri perlindungan hak tanah warga Palestina. Palestina menjawabnya dengan serangan dan protes. Dalam sebuah deklarasi rahasia, masyarakat Arab mengingatkan Inggris dan Amerika bahwa dengan usulan seperti itu, minyak dan kepentingan ekonomi mereka di Arab akan terancam. Dalam sebuah ledakan bom di Hotel King David Yerusalem (al-Quds), terbunuh 91 orang yang terdiri dari tentara Inggris, warga Palestina dan pegawai tinggi Yahudi. Hotel ini adalah markas utama perwakilan pemerintah Inggris. Irgun bertanggung jawab atas pengeboman tersebut.

1947: Setelah kegagalan Konferensi London, Inggris melimpahkan pemecahan permasalahan Palestina kepada PBB. Komite PBB memilih untuk membagi wilayah Palestina. Negara-negara Arab menolak hal tersebut dan menyatakan membela Palestina. Menteri Kolonial Inggris mendeklarasikan akhir kekuasaan Inggris atas Palestina. Agen-agen Yahudi menyetujui pembagian Palestina. Negara-negara Arab mengalokasikan dana 1 juta poundsterling untuk keperluan pertahanan Palestina. Dengan 33 suara setuju, 13 suara menolak dan 10 abstain, Majlis Umum PBB menyetujui pembagian Palestina dengan 56,5% wilayah Palestina berada di bawah otoritas Yahudi, 43% di bawah otoritas Arab Palestina dan Yerusalem (al-Quds) menjadi kawasan internasional. Masuknya aliansi pemenang Perang Dunia II dalam pemilihan meyebabkan pemboikotan sidang oleh negara-negara Arab. Haganah merayakan pesta di palestina dan mengumumkan mobilisasi umum. Liga Arab mengorganisir pasukan pembebasan Arab dari gerilyawan Palestina dan mengumumkan bahwa pembagian wilayah Palestina tidak legal. Liga Arab mengirimkan 10 senapan, 1 juta poundsterling dan 3.000 sukarelawan perang kepada pasukan pejuang Palestina. Agen Yahudi meminta dana sebesar 250 juta dolar dari Yahudi Amerika untuk program mereka di Palestina. Haganah dan Irgun mulai menyerang desa-desa dan suku-suku Arab untuk membersihkan kawasan pantai antara Haifa dan Tel Aviv dari warga Palestina.

1948: Pada bulan Januari, Haganah membeli senjata dari Cekoslovakia seharga lebih dari 12 juta dolar yang terdiri dari 24.000 senapan biasa, 5.000 senapan mesin dan 25 peluncur mortir. Pada bulan Maret Haganah memulai program bersenjata bernama “Rencana Dalet” untuk memaksakan otoritasnya secara militer atas negara Yahudi yang ditetapkan PBB dan mencaplok sebagian besar wilayah Palestina yang disetujui PBB. Truman, Presiden Amerika, dalam satu pertemuan rahasia dengan para pemimpin Yahudi mengumumkan dukungannya terhadap deklarasi pendirian Israel di hari yang telah ditentukan. Delegasi Amerika di PBB mengusahakan perdamaian antara Yahudi dan Arab melalui Dewan Keamanan. Pada tanggal 8 April, Abdul Qadir al-Husayni, Komandan Palestina, terbunuh di desa Qastal, dekat Yerusalem al-Quds. Pada tanggal 9 April, Irgun (dipimpin oleh Begin) dan Stern membunuh 250 penghuni desa Deir Yasin dekat al-Quds untuk menebar ketakutan warga Arab sehingga mereka meninggalkan Palestina. Rencana Dalet terus berlanjut dengan penghancuran desa-desa Palestina sampai ke jalan besar Tel Aviv menuju al-Quds. Haganah menduduki daerah Galilee dan Thabariya. Warga Palestina di daerah ini terpaksa mengungsi. Dengan mengosongkan Haifa, pasukan Inggris membuat Haganah dengan mudah menguasai kota tersebut. Warga Palestina melarikan diri di bawah serangan bertubi-tubi bom. Irgun juga melakukan hal sama di Yaffa. Sampai akhir bulan April, al-Quds Barat dikuasai Haganah dan warga Palestina terusir. Sampai awal bulan Mei, hampir 200 ribu warga Palestina tergusur dari tanah mereka. Pada tanggal 14 Mei, diumumkan pendirian pemerintahan Israel. Amerika dengan segera mengakui eksistensi Israel secara resmi. Sehari kemudian, kekuasaan Inggris berakhir. Sementara itu, Haganah sibuk menaklukkan Quds Timur yang merupakan kota kuno. Pasukan Libanon melewati wilayah perbatasan dan menduduki beberapa desa. Pasukan Yordania juga wilayah perbatasan dan menduduki Quds Timur. Pasukan Iraq menguasai Nablus, Jenin dan Tulkarm. Pasukan Mesir bergerak menuju pesisir Pantai Mediterania, menuju Bethlehem dari arah lain dan bersatu dengan pasukan Arab lainnya. Pasukan Suriah menguasai beberapa desa Yahudi. Pada tanggal 22 Mei, Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata dan baru terlaksana pada tanggal 11 Juni. Count Bernadotte wakil Dewan Keamanan PBB di Palestina mengajukan usulan baru yang ditolak oleh kedua pihak. Pada tanggal 7 Juli, Israel melanggar genjatan senjata tetapi dalam perang beberapa hari itu Israel tidak memperoleh hasil yang berarti. Gencatan senjata berikutnya juga dilanggar pada tanggal 18 Juli. Usulan Bernadotte tentang penggantian peta kedua negara dan kembalinya para pengungsi Palestina juga ditolak. Pada tanggal 17 September, Bernadotte dibunuh oleh kelompok Stern. Pada bulan Oktober dan November, Israel bergerak ke selatan dan utara. Mereka menguasai selatan Libanon hingga kedalam 15 kilometer dan mengusir warga Libanon.

1949: Pada bulan Februari, terjadi genjatan senjata antara Mesir dan Israel dan Jalur Gaza tetap berada di bawah kendali Mesir. Pada bulan Maret, Israel bergerak menuju Gurun Naqeb dan sampai ke Teluk Aqaba. Dalam genjatan senjata dengan Libanon, Israel keluar dari banyak wilayah yang dikuasai Libanon. Dalam genjatan senjata dengan Yordania pada bulan April, pesisir barat Sungai Yordania, terdiri atas Nablus, Jenin, dan Tulkarm tetap berada di bawah kendali Yordania dan Quds Barat di bawah kendali Israel. Pada bulan Juli, dalam gencatan senjata antara Suriah dan Israel, disetujui pembentukan kawasan sipil di antara kedua negara. Populasi Yahudi yang tadinya berjumlah 1/3 total penduduk Palestina dan menguasi 6% tanah Palestina, setelah perang berakhir mampu menguasai 75% Palestina. Gaza bersatu dengan Mesir dan sisanya bersatu dengan Yordania. David Ben Gurion, yang sampai akhir tahun 1948 adalah menteri pertahanan Israel, kini menjadi perdana menteri dan mengubah Haganah menjadi Angkatan Bersenjata Israel. Akibat perang dan dicekam ketakutan, kurang lebih 1 juta warga Palestina tergusur dan mengungsi ke kamp-kamp di Tepi Barat, Jalur Gaza, Yordania, Suriah dan Libanon atau di berbagai tempat lainnya. Namun, menurut sumber Israel, jumlah pengungsi berkisar 500 ribu orang. Dalam resolusi Majlis Umum PBB sebelum perang berakhir, disebutkan bahwa warga Palestina yang terusir akan dianggap sebagai pengungsi bersama anak cucu mereka dan berhak mendapat hak istimewa dari UNRWA-PBB. Beberapa tahun kemudian, terjadi ribuan bentrokan antara Israel dan Palestina. Sekitar 3-5 ribu warga Palstina yang umumnya tidak bersenjata, terbunuh.

1951: Badan Intelijen Israel (Mossad) terbentuk. Disepakati kerjasama yang luas dengan CIA.

1953-1955: Pembunuhan massal seratus warga Palestina oleh Pasukan Khusus Israel dipimpin oleh Kapten Ariel Sharon. Teror dan pengusiran warga Palestina terus berlanjut secara sistematis. Beberapa kali Israel melanggar batas perjanjian dan terus menyerang pengungsi-pengungsi Palestina.

1956: Pada akhir Oktober, lima puluh warga Palestina di pedesaan Kafar Qassem dibunuh secara massal. Pada saat yang sama, dengan menyerang Mesir, Israel bergerak menuju terusan Suez. Serangan yang terkenal sebagai Perang Sinai ini berakhir dengan pendudukan Sinai dan Gaza selama 4 bulan. Awal November, ratusan warga Palestina di Gaza dibunuh tentara Israel. Berdasarkan perjanjian rahasia Israel, Inggris dan Perancis, dua negara kuat Eropa ini menyerang daerah terusan Suez dan Mesir dengan alasan menjaga keamanan pelayaran di Terusan Suez. Presiden Mesir, Gamal Abdul Naser, memerintahkan penutupan kanal dengan menenggelamkan beberapa kapal. Dengan pendudukan sebagian daerah Mesir, Inggris dan Perancis yang tidak mampu lagi memulai periode baru kolonisasinya, terpaksa mundur sampai akhir Desember karena tekanan PBB. Dua bulan kemudian, berbekal fasilitas-fasilitas di antaranya bantuan rahasia Amerika dalam program nuklirnya, Israel mengosongkan Gaza dan Sinai. Resistensi Abdul Naser dan kembalinya kekuasaan Mesir atas daerah-daerah pendudukan, menjadikan Abdul Naser dikenal sebagai pahlawan nasional dan figur sukses dunia.

1957-1986: Sebagai lanjutan persetujuan rahasia Israel dan negara-negara Barat, terutama Perancis, produksi senjata nuklir Israel dimulai. Bekerjasama dengan Perancis, reaktor nuklir Israel Dimona mulai dibangun di gurun Naqeb. Pada tahun 1962, mulai dikerjakan pengolahan uranium menjadi plutonium untuk pembuatan bom atom. Sampai tahun 1966, pakar Perancis berada di pusat nuklir Dimona. Pada tahun 1968, produksi bom nuklir dimulai sebanyak 5 bom setiap tahunnya dan pada tahun 1985, Israel sudah mempunyai 200 bom atom. Pada tahun 1983, Marcus Kleinberg dihukum penjara seumur hidup dalam sel isolasi dengan tuduhan membocorkan agenda senjata biologis Israel. Pada tahun 1986, Mordecai Vanunu dihukum 18 tahun penjara isolasi dengan tuduhan membocorkan rahasia senjata nuklir Israel.

1958: Organisasi Fatah dibentuk oleh Yasser Arafat (Abu Ammar), Salah Khalaf (Abu Ayad), dan Khalil al-Wazir (Abu Jihad). Dari markas mereka di Kuwait, mereka membentuk kader-kader di berbagai kamp pengungsian di Yordania, Suriah dan Libanon untuk mengobarkan perlawanan bersenjata demi membebaskan Palestina dan pemusnahan Zionisme. Sampai tahun 1963, satu-satunya negara Arab yang membantu Fatah hanya Aljazair baru meraih kemenangan revolusi.

1964: Demi membantu pembentukan PLO (PLO), Liga Arab membantu Ahmad Shuqayri. Dewan Nasional Palestina juga dibentuk.

1965: Pada hari pertama di tahun baru, terjadi operasi militer pertama Fatah (organisasi gerilyawan Palestina) berupa peledakan pipa air minum Israel.

1967: Perang ketiga antara Israel dan Arab yang terkenal dengan Perang Enam Hari berlangsung dari tanggal 5-10 Juni. Sejak dua bulan sebelum perang, Israel telah menduduki jalur perbatasan sipil Suriah. Sebagai balasan, Abdul Naser menutup mulut teluk Aqaba sampai laut Merah. Pada hari pertama pertempuran, serangan mengejutkan Israel ke bandara-bandara Mesir, Suriah dan Yordania melumpuhkan sebagian besar kekuatan udara negara-negara ini. Kemudian, Israel merebut Jalur Gaza dan Gurun Sinai dari Mesir, al-Quds dan Tepi Barat dari Yordania, serta Dataran Tinggi Golan dari Suriah. Persiapan perang Israel terpenuhi berkat kerja sama intelijen dan militer dengan Amerika. Moshe Dayan, sebagai menteri pertahanan dan Yitzhak Rabin, sebagai Kepala Staff Angkatan Bersenjata Israel. Selang beberapa bulan, rencana pembangunan pemukiman Zionis dimulai dan dalam tempo setahun setelah perang, pembangunan 14 pemukiman di beberapa wilayah pendudukan telah selesai. Lebih dari 12 ribu orang Yahudi tinggal di sana. Lebih dari 400 ribu warga Palestina terusir karena perang dan 900 tentara Mesir tawanan Israel mati dibunuh.

1968: Pada bulan Maret, Fatah yang akhirnya mendapat dukungan dari Abdul Naser, terlibat pertempuran dengan Israel di daerah perbatasan Yordania bernama al-Karamah. Kemenangan Fatah membuat ribuan gerilyawan lainnya bersatu dengannya. Fatah mengumumkan tujuan mereka adalah pembebasan seluruh wilayah Palestina, pemberian hak yang sama pada kaum Yahudi, Kristen dan Muslim, pembentukan negara sekuler dan menolak Resolusi PBB No. 242 dengan alasan di dalamnya tidak disebutkan hak-hak warga Palestina. Kini Fatah menjadi kelompok terbesar di PLO. Pemimpin Fatah, Yasser Arafat, terpilih menjadi ketua PLO berdasarkan putusan Dewan Nasional Palestina. George Habash membentuk Front Rakyat Pembebasan Palestina sebagai salah satu organisasi di bawah PLO. Ia adalah seorang nasionalis Kristen yang berubah menjadi Marxis pasca kekalahan nasionalisme Abdul Naser dalam perang enam hari. Untuk menarik perhatian dunia berkaitan masalah Palestina, dalam waktu dua tahun, front ini membajak empat pesawat Israel dan Barat.

1969-1970: Demi mencegah keberlangsungan cengkeraman Israel atas daerah pendudukan, setelah gagalnya berbagai usaha diplomasi dan resolusi PBB, Abdul Naser melanjutkan perang melawan Israel di seberang Terusan Suez. Serangan udara Israel yang dahsyat di daratan Mesir mulai berkurang setelah di sana didirikan sistem pertahanan udara canggih. Pada bulan Agustus 1970, disetujui perjanjian genjatan senjata. Pada tahun ini, Abdul Naser meninggal dunia dan Anwar Sadat menjadi penggantinya.

1970: Kehadiran lebih dari sejuta pengungsi Palestina di Yordania, khususnya kelompok bersenjata Palestina yang aktif pasca perang 1967 dan getol melancarkan serangan Israel dari wilayah Yordania menimbulkan masalah bagi pemerintah Yordania yang sangat tergantung pada bantuan-bantuan Barat dan telah menyetujui perjanjian damai dengan Amerika. Pada bulan September, dengan dukungan rahasia dari Amerika dan Israel, Yordania menumpas menghancurkan organisasi politik dan militer Palestina. Tempat pengungsian orang-orang Palestina menjadi arena perang berdarah. Sebanyak 4.000 pengungsi Palestina tewas dan warga Palestina terpaksa memindahkan pusat kegiatan mereka ke Libanon. Pada tahun-tahun yang akan datang, Libanon menjadi pusat penting pelatihan kekuatan revolusi berbagai negara di dunia yang dipimpin oleh para pejuang Palestina. Hal ini sangat membahayakan Barat.

1972: Ghassan Kanafani, pakar bahasa dan seniman Palestina, tewas dalam ledakan mobil di Beirut. Pada tanggal 5 september, kelompok September Hitam yang terbentuk setelah pembunuhan massal warga Palestina oleh Yordania pada bulan September 1970, menyandera sembilan atlet Israel di komplek Olimpic Munich. Dua orang Israel lainnya terbunuh. Di bandara, pasukan keamanan melakukan serangan yang menyebabkan semua sandera dan beberapa orang Palestina terbunuh. Ribuan wartawan hadir di bandara dan dunia menyadari masalah Palestina. Tiga hari kemudian, dalam serangan udara Israel di kamp-kamp pengungsi Palestina di Suriah dan Libanon, ratusan warga sipil tewas. Kemudian Mossad meneror 12 tersangka Palestina.

1973: Perang keempat Arab-Israel bernama Perang Oktober, Perang Ramadhan, atau perang Yom Kippur, berlangsung dari tanggal 6 sampai 25 Oktober. Kali ini, serangan mengejutkan dari Mesir dan Suriah dimulai. Tujuan mereka adalah membebaskan kawasan yang diduduki Israel pada tahun 1967, sebab usaha diplomasi selama enam tahun tidak berhasil. Dengan cepat, Amerika mengirim bantuan militernya lewat udara kepada Israel. Sebagai jawaban, negara-negara Arab produsen minyak memboikot suplai minyak ke negara-negara pendukung Israel. Ketika Israel melakukan serangan balasan dan memukul mundur pasukan ketiga Mesir, di Moskow Henry Kissinger, Menteri Luar Negeri Amerika, berusaha membuat pejanjian damai demi mempertahankan kedudukan Israel. Hasilnya, pada tanggal 22 Oktober, melalui resolusi No. 338, Dewan Keamanan mengumumkan genjatan senjata. Tapi Israel melanggarnya dan menyerang Dataran Tinggi Golan dan Terusan Suez. Uni Soviet mengancam akan campur tangan membela Mesir dan Amerika mengancam akan ikut campur mendukung Israel. Pada tanggal 25 Oktober, dalam Resolusi No. 340 Dewan Keamanan PBB, diumumkan perang telah berakhir. Pada masa ini, Amerika memberikan 33,5 ton senjata, 40 pesawat Phantom, 48 mesin pengebom Sky Hawk dan 12 pesawat pengangkut C-130 kepada Israel. Dalam perang ini, mitos tak terkalahkan bagi Israel hancur dan nama Moshe Dayan, Menteri Pertahanan Israel tercemar. Sebagai konsekwensinya, pada tahun berikutnya Perdana Menteri Golda Meir terpaksa membubarkan kabinetnya dan mengundurkan diri. Misi damai jangka panjang Kissinger merupakan awal dari proses panjang usaha Amerika untuk mendamaikan Arab dan Israel dan memperkuat posisi Israel untuk tiga tahun ke depan. Penggunaan ancaman minyak oleh negara-negara Arab menimbulkan krisis ekonomi yang mengejutkan di Barat hingga mempengaruhi kondisi politik pada tahun-tahun berikutnya.

1975–1990: Setelah pendirian beberapa organisasi Palestina pada awal tahun 1970-an, persaingan politik antara kaum Muslim dan Kristen semakin menguat. Pada bulan April 1975, setelah serangan kaum Palangis terhadap warga Palestina, sebuah perang sipil meledak di Libanon. Kamal Jonblat, pimpinan Gerakan Nasional Libanon, mengorganisir Muslim Libanon, dan Camil Shamoun, pimpinan Front Rakyat Libanon, mengorganisir orang-orang Palangis. PLO bergabung dengan kaum Muslim. Tujuan utama kaum Muslim Libanon adalah pembenahan politik negara demi kepentingan mayoritas Muslim sedang tujuan kaum Palangis adalah mengusir warga Palestina dari Libanon dan memperoleh supremasi politik. Dalam tempo setahun, kaum Muslim dan warga Palestina dapat menguasai 70% wilayah. Suriah yang cemas akan campur tangan Israel, memasuki Libanon dan memegang kendali di negara itu pada tahun 1976–1978. Tapi pada tahun 1978, Israel menyerang Libanon dan mendirikan pemerintahan boneka Palangis di daerah-daerah kaum Kristen. Pada tahun 1982, sekali lagi Israel menyerang dengan kekuatan penuh demi mengakhiri perang sipil di Libanon sesuai keinginannya. Pada tahun yang sama, beberapa Organisasi Palestina pindah dari Libanon, namun perang sipil masih terus berlangsung. Pada tahun 1989, persetujuan Perdamaian Thaif ditandatangani dan pada tahun 1990, perang berakhir.

1997: Partai Likud, yang terdiri dari semua kelompok sayap kanan Israel, memperoleh kekuatan besar di bawah kepimpinan Menahem Begin. Dalam tempo setahun, perjanjian Camp David antara Mesir dan Israel melalui pembicaraan damai antara Jimmy Carter, Manehem Begin, dan Anwar Sadat, menghasilkan pembagian front opisisi melawan Israel. Moshe Dayan, Menteri Luar Negeri Kabinet Begin, memiliki peranan sangat penting dalam perundingan ini.

1978: Pada bulan Maret, berbekal alasan palsu menyerang teroris, Israel menyerang Libanon dengan 20 ribu tentara (di kemudian hari disebut Operasi Litany) dan menduduki lebih dari 2.000 km² tanah teritorial Libanon. Israel mendeklarasikan sebidang tanah sejauh 10 km sebagai zona keamanannya, namun secara praktis Israel menduduki seluruh daerah di selatan Sungai Litany. Hasilnya, 220 ribu warga Libanon dan 65 ribu warga Palestina kehilangan rumah dan menjadi pengungsi, dan sekitar 1.000 orang terbunuh. Beberapa bulan berikutnya, Saad Haddad, seorang pimpinan pasukan pemberontak Libanon bertanggung jawab menjaga daerah ini demi kepentingan Israel dan menamai pasukannya dengan Pemerintahan Libanon Merdeka. Pada bulan September, ditandatangani perjanjian Camp David antara Begin dan Sadat di Amerika. Berdasarkan perjanjian ini, Israel bersedia mundur dari Sinai Peninsula, Mesir bersedia berdamai dan berhubungan normal dengan Israel, Tepi Barat dan Jalur Gaza akan memperoleh otonomi internal dan pembangunan pemukiman Zionis akan dihentikan. Praktiknya, hanya terjadi pengunduran pasukan dari Sinai dan terciptanya hubungan normal antara dua negara sampai tahun 1982. Amerika memberikan imbalan 7 milyar dolar pada Israel. Perjanjian damai berakhir pada bulan Maret 1979 tanpa terlaksananya syarat-syarat lain.

1979: Kemenangan Revolusi Islam Iran dan tergulingnya Syah yang merupakan sekutu terpenting Israel di kawasan. Kedutaan Israel di Tehran berubah menjadi kedutaan Palestina dan semua hubungan politik, ekonomi, dan militer Iran-Israel terputus.

1980: Kelompok ekstrimis Ghos Amonim menyerang tiga walikota Palestina dan merencanakan pengeboman Masjid al-Aqsha serta Kubah al-Sakhrah, berusaha menyulut api peperangan antara Israel dan Arab. Pada dekade 1980, jumlah anggota kelompok ini mencapai 50 ribu orang.

1981: Pada bulan Juni, pesawat-pesawat Israel menghancurkan perlengkapan nuklir Irak. Di Mesir, saat arak-arakan peringatan perang Oktober, Presiden Anwar Sadat dibunuh oleh Khalid Islambuli karena perdamaiannya dengan Israel. Hosni Mobarak, sekretarisnya, menjabat sebagai presiden. Pada bulan Desember, Israel mengumumkan Dataran Tinggi Golan masuk ke dalam daerahnya. Organisasi Jihad Islami Palestina ikut serta dalam aksi bersenjata dan aksi Intifada kelak.

1982: Pada bulan Juni, dalam perang besar yang dinamai Perdamaian di Galilee, Menteri Pertahanan Israel, Ariel Sharon berusaha mencapai beberapa tujuan di Libanon sebagai berikut: menghancurkan berbagai organisasi perlawanan Palestina, mengusir warga Palestina dari Libanon, mewujudkan sebuah sistem Kristiani baru yang setia kepada Israel di Libanon, menguasi tanah-tanah Suriah melalui Libanon dan memindahkan aliran air sungai Libanon ke Israel. Beirut terkepung. Dalam waktu yang cukup lama, air dan listrik putus. Pada bulan September, tentara pendudukan memasuki Beirut. Tak lama kemudian, presiden boneka bernama Bashir Gemayel dibunuh dan Israel menarik diri dari Beirut. Saat inilah, warga Palestina yang tinggal di kamp Shabra dan Shatila dibunuh secara massal oleh kaum Palangis, dengan dukungan Jenderal Ariel Sharon. Korban pembunuhan massal yang hanya berlangsung selama 48 jam berjumlah lebih dari 3.000 orang. Tentara Amerika, Inggris, dan Perancis memasuki Beirut demi menjaga keamanan. Dalam beberapa operasi militer, mereka malah menguntungkan kaum Palangis. Sekitar 19 ribu orang terbunuh di Libanon, 32 ribu orang luka berat dan ½ juta orang kehilangan tempat tinggal. Sedangkan kerugian Israel, 600 orang terbunuh dan 3.500 orang terluka. PLO dipindahkan dari Libanon ke Tunisia.

1983: Pada bulan Agustus, pemerintahan Begin yang mengalami tekanan akibat kerugian Israel di Libanon dan inflasi tahunan sebesar 400 % akhirnya jatuh. Bibit-bibit perlawanan berbasis aksi serangan bunuh diri mulai bermunculan di Libanon. Pada bulan April, kedutaan Amerika di Beirut meledak dan 63 orang termasuk para petinggi CIA terbunuh. Pada bulan Oktober, basis marinir Amerika di Beirut meledak dan 241 tentara Amerika terbunuh. Dalam ledakan di basis militer Perancis, 59 prajurit terbunuh. Dalam ledakan lain yang terjadi di basis militer Israel di Tyre, 60 prajurit Israel terbunuh.

1984: Pada bulan Maret, setelah aksi serangan mati syahid yang mengakibatkan tewasnya ratusan tentara Barat, pasukan militer Amerika dan kekuatan Barat lainnya meninggalkan Libanon. Kerugian berat dialami Israel akibat serangan-serangan yang dilancarkan oleh muslim Syiah di Libanon. Aksi yang dilakukan kaum Syiah menggagalkan upaya Israel untuk menduduki Libanon dan menyebabkan kekuatan militer pemerintahan Israel terbelah. Selama setahun berikutnya, Israel selangkah demi selangkah mundur dan hanya menjaga zona militer sebelumnya seluas 1.100 km² yang merupakan 10% luas tanah Libanon. Sejak bulan April, komandan pasukan pemberontak yang menjaga kepentingan Israel adalah Antoine Lahad. Tahun-tahun berikutnya, organisasi-organisasi perlawanan Syiah Libanon melakukan berbagai serangan berat melawan kekuatan militer Israel di utara Libanon. Organisasi Amal dan Hizbullah bekerja sama dalam perlawanan ini. Karena Hizbullah adalah organisasi yang lebih muda, beberapa tahun kemudian Hizbullah berubah menjadi musuh terberat Israel. Organisasi ini juga ikut serta dalam berbagai aktivitas politik dan sosial Libanon.

1985: Agen-agen rahasia Israel dan Amerika membom beberapa kota berpenduduk Syiah di di Libanon yang menimbulkan korban dan kerugian dahsyat. Ledakan bom-bom mobil masih terus berlangsung sampai tahun berikutnya. Pada bulan Oktober 1985, serangan udara Israel menghancurkan markas besar PLO di Tunisia dan mengakibatkan tewasnya 56 warga Palestina.

1987: Pada tanggal 9 Desember, gerakan Intifada atau kebangkitan rakyat Palestina dimulai di kamp pengungsian di Jabaliah, Jalur Gaza. Ribuan orang berdemonstrasi karena terbunuhnya empat orang warga Palestina. Beberapa hari kemudian, gerakan menyebar ke seluruh Gaza, Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Para pemuda dan anak-anak ikut serta dalam perjuangan melawan pasukan Israel dengan menggunakan batu dan lemparan bom-bom molotov tanpa rasa takut akan tembakan-tembakan senjata pasukan Israel. Bentuk perjuangan tak terduga ini memberikan inisiatif aksi kepada generasi muda Palestina yang sudah lelah akan langkah-langkah mandul generasi kemarin, perundingan-perundingan dan transaksi-transaksi di balik layar. Para pemimpin Intifada adalah orang-orang berpendidikan yang menguasai bahasa dan taktik perang Israel. Mereka melakukan beberapa cara seperti serangan, boikot dan taktik cerdik lainnya dalam melawan musuh. Jaringan agen rahasia Israel berjumlah 20 ribu orang (Shin Beth) yang ada di Palestina hancur akibat Intifada. Mengendalikan Palestina menjadi begitu sulit hingga pada tahun 1993, Israel terpaksa memberikan hak otonomi kepada rakyat Palestina. Tak lama setelah Intifada dimulai, Syaikh Ahmad Yasin bersama rekan-rekan seakidahnya dalam Ikhwanul Muslimin mendirikan sebuah gerakan perlawanan Islam bernama Hamas yang bertujuan membasmi pendudukan dan mendirikan pemerintahan islami di seluruh kawasan Palestina. Selain dalam aktivitas militer, Hamas juga ikut dalam aktivitas sosial dan pemberantasan kemungkaran. Penangkapan Syaikh Yasin pada tahun 1979 tidak mempengaruhi Hamas sedikit pun sebab Hamas bukan organisasi yang tersentralisasi.

1988: Khalil al-Wazir (Abu Jihad), orang kedua PLO, diteror oleh Israel dan tewas di Tunisia. Pada bulan November, Dewan Nasional Palestina memproklamirkan berdirinya Negara Palestina dengan Yaser Arafat sebagai presiden. Proklamasi ini diakui oleh 91 negara. Arafat mengumumkan berakhirnya aksi-aksi bersenjata melawan Israel dan ia menganggap Palestina yang terdiri dari Jalur Gaza, Tepi Barat, Sungai Yordania, dan Yerusalem Timur akan berdampingan damai dengan Israel. Terjadi kontak kecil antara PLO dan Amerika. Raja Yordania, Hussein bin Talal, memutuskan hubungan administrasi negaranya dengan Tepi Barat yang berarti menyerahkan Tepi Barat kepada Israel.

1989: Pada bulan Juli, agen rahasia Israel menculik dua pemimpin Hizbullah bernama Syaikh Abdoul Karim Ubayd dan Abu Mustafa Dayrani.

1990: Pada bulan Agustus, Irak menyerang Kuwait. Arafat memihak Saddam Husain. Akibatnya, bantuan para pemimpin Arab kepada PLO putus dan warga Palestina yang tinggal di beberapa negara Arab mengalami tekanan. Seusai pendudukan Kuwait dan kekalahan Irak, Arafat berusaha untuk menebus kesalahannya. Sebab kesalahan Arafat adalah Saddam Hosein yang berusaha menarik perhatian bangsa-bangsa Arab dan menyatakan Kuwait akan dibebaskan bila Palestina lepas dari pendudukan Israel. Pada awal perang (tahun 1991) beberapa roket Scud ditembakkan ke Israel yang membuat warga Palestina senang. Berbarengan dengan kesalahan Arafat, bantuan sebagian negara Arab terhadap Palestina beralih ke Hamas. Pada 8 Oktober, di pelataran Masjid al-Aqsha, 23 warga Palestina mati syahid dan 300 orang terluka karena mereka memprotes peletakan batu pondasi rumah ibadah baru Yahudi (Haikal Sulaiman).

1992: Sayyid Abbas Musawi, Sekretaris Jenderal Hizbullah Libanon, syahid dibunuh dengan tembakan roket lewat helikopter Israel. Pengganti beliau adalah Sayyid Hasan Nasrullah yang pada beberapa tahun berikutnya akan menyerang hebat Israel demi mengusir mereka dari Libanon Selatan. Pada bulan Desember, Israel mengasingkan 413 orang anggota Hamas dan Jihad Islami ke Libanon Selatan (Penampungan Marj Jauhar). Hamas dan Jihad ISlam mengambil ilham dari taktik perjuangan Hizbullah untuk perjuangannya di masa mendatang.

1993: Pada bulan Juli, Israel memulai operasi militer di seluruh Libanon dengan menggunakan senjata-senjata moderen yang pernah dipakai dalam perang Amerika melawan Irak. Akibatnya, 130 nyawa melayang, 500 orang terluka dan 300 ribu warga kehilangan tempat tinggal. Seiring kesepakatan antara Libanon dan Israel, disepakati tidak akan ada roket Katyusha yang ditembakkan ke daerah Israel utara sedang Israel berjanji untuk tidak menyerang kawasan pemukiman sipil Libanon. Pasukan perlawanan islami meraih keuntungan dari kesepakatan ini untuk menyerang pasukan Israel di Libanon Selatan. Berbagai perundingan damai antara Israel dan PLO dimulai sejak tahun 1991 di Madrid. Pada bulan Agustus 1993, perundingan kedua pihak berakhir dengan perjanjian Oslo I dalam rangka membentuk pemerintahan otonomi di Gaza dan Jericho. Pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem semakin pesat. Sampai tahun 1995, kontrol beberapa kota diberikan kepada rakyat Palestina (Oslo II) tetapi kota-kota tersebut terpisah satu sama lainnya. Sekitar 72% kawasan Tepi Barat yang terhubung satu sama lainnya berada di bawah kekuasaan Israel.

1994: Pada bulan Februari, Baruch Goldstein, salah satu anggota Gosh Amonim asal Amerika yang tinggal di perkampungan Yahudi Hebron, membunuh 29 warga Palestina yang sedang melakukan shalat subuh di Haram al-Ibrahimi dan melukai puluhan orang yang lain. Tentara Israel tidak berbuat apa-apa untuk menghentikannya tapi jamaah shalat lainnya berhasil membunuh Goldstein. Pada bulan Mei, Pemerintahan Otonom didirikan di Jalur Gaza. Tapi akhirnya, 40% kawasan Jalur Gaza dikuasai Zionis dan pemukiman Yahudi. Bagaikan pulau-pulau yang terpisah satu sama lain, daerah-daerah Palestina terkepung pemukiman-pemukiman Zionis. Perundingan damai antara Israel dan Suriah dimulai. Suriah meminta Dataran Tinggi Golan dikosongkan sebagai imbalan normalisasi hubungan kedua negara. Tapi perundingan gagal. Di bawah pengawasan Amerika, perundingan final antara Israel dan Yordania ditandatangani. Tepi Barat masih dalam pengawasan Israel dan para pengungsi tidak dapat kembali ke sana. Pada bulan Oktober, 350 pendukung Hamas ditangkap oleh Pemerintahan Otonom sebab pasukan Hamas menculik seorang prajurit Israel. Popularitas Hamas makin meningkat.

1995: Pada bulan Oktober, Mossad membunuh Dr. Fathi Shaqaqi, pendiri Organisasi Jihad Islami Palestina di Malta. Operasi ini diawasi oleh Yitzhak Rabin, Perdana Menteri Israel, tapi seminggu kemudian ia mati dibunuh oleh seorang ekstrimis Yahudi. Dr. Ramadhan Abdullah menjadi pengganti Fathi Shaqaqi dan aktifitas Jihad Islami semakin meluas. Selain itu, Organisasi ini juga aktif dalam bidang sosial, politik dan kebudayaan.

1996: Pada bulan April, Israel yang habis kesabarannya akibat kerugian yang diderita di Libanon Selatan, melancarkan sebuah operasi militer yang disebut dengan “Bulir-bulir Kemarahan”. Operasi ini menyebabkan tewasnya 110 pengungsi Libanon di tempat penampungan PBB di Qana. Kutukan masyarakat dunia dan efek politiknya membuat Shimon Peres harus turun dari kursi pemerintahan Israel. Sebanyak 13 prajurit Hizbullah mati syahid dan 26 prajurit Israel tewas. Pada bulan September, warga Palestina melakukan aksi demo besar-besaran karena dibukanya sebuah terowongan di bawah Masjid al-Aqsha. Israel menjawabnya dengan membunuh 40 orang dan melukai 300 orang lainnya.

1997: Pada bulan Januari, sesuai dengan sebuah perjanjian, pusat kota al-Khalil (Hebron) yang di dalamnya terdapat beberapa monumen bersejarah dan makam Nabi Ibrahim masuk dalam pengawasan Zionis dan sisa kota lainnya diserahkan kepada Pemerintahan Otonom. Jumlah penduduk Yahudi yang bermukim di Tepi Barat dan Jalur Gaza lebih dari 160 ribu orang. Sedang jumlah penduduk Yahudi bertempat tinggal di Yerussalam Timur mencapai 180 ribu orang.

1998: Pada bulan Oktober, sesuai dengan perjanjian Maryland, 70% kawasan Tepi Barat beserta jalan-jalan besar, perbatasan-perbatasan dan instalasi utama lainnya berada di bawah kontrol Zionis. Sementara berbagai daerah Palestina benar-benar terpisah satu sama lain tanpa jalur penghubung.

2000: Penjara Khiyam di daerah pendudukan Libanon Selatan ditutup. Dalam penjara ini, bertahun-tahun lamanya tentara Israel dan milisi bersenjata Libanon menahan ratusan warga Libanon penentang Israel dengan kejam tanpa memperhatikan aturan internasional sedikit pun. Sebagaian tawanan yang disiksa dengan keji tewas di sana. Tidak seorang pun dari mereka diadili bahkan sebagian dari mereka adalah remaja-remaja yang masih sangat muda. Sebab ditutupnya penjara ini adalah ketidakmampuan Israel menjaga kekuatannya di Libanon Selatan. Pada bulan Mei, pasukan Israel tidak sanggup lagi berhadapan dengan pasukan Hizbullah dan terpaksa melarikan diri dan meninggalkan Libanon Selatan yang telah dikuasainya 22 tahun lamanya. Hal ini memberikan semangat baru bagi Intifada. Pada akhir bulan September, seiring masuknya Ariel Sharon ke komplek Masjidil Aqsha bersama 1.000 tentara bersenjata dan syahidnya 10 warga Palestina yang memprotes atas kedatangannya, dimulailah gerakan perjuangan baru bernama Intifada al-Aqsha. Serangan bersenjata dan aksi mati syahid pejuang Palestina melawan kekuatan militer Israel meluas ke mana-mana. Pada bulan Juli, perundingan panjang Amerika, Israel, dan Pemerintahan Otonomi di Camp David mengenai Palestina berakhir gagal karena Israel tidak bersedia mengembalikan Yerusalem, tidak bersedia kembali ke perbatasan 1967, dan tidak bersedia menutup pemukiman-pemukiman Zionis atau membiarkan pengungsi Palestina kembali ke kampung halaman mereka.

2002: Pada bulan April, dalam sebuah operasi bernama Dinding Penghalang, pasukan Israel menghancurkan sebagian besar kamp pengungsian Jenin di Tepi Barat. Dalam aksi ini, mereka menghadapi perlawanan sengit warga Palestina. Sebanyak 200 warga Palestina mati syahid, 300 orang luka berat, dan ribuan orang yang lain ditawan. Meski disensor di arena perang, tetapi berita ini tetap terbongkar. Masyarakat dunia mengutuk Israel. Jenin yang saat itu lebih mirip kota yang hancur akibat gempa bumi, diklaim oleh Israel sebagai pusat aktivitas Hamas, Jihad Islami, dan al Fath dalam melatih 23 gerilyawan siap mati.


2003: Seiring rencana baru George W. Bush untuk menyelesaikan masalah Palestina bernama “Peta Jalan”, Yaser Arafat yang tidak dipercayai Amerika dan Israel, menunjuk Mahmud Abbas (bergelar Abu Mazin) sebagai perdana menteri pertama Pemerintahan Otonom dan memerintahkannya membentuk kabinet Palestina. Tak lama setelah itu, Mahmud Abbas mengundurkan diri dan Ahmad Qurai ditunjuk sebagai perdana mentri. Kegagalan rezim Zionis meredam operasi mati syahid yang dilakukan para pejuang Palestina dijadikan alasan oleh Tel Aviv untuk membangun pagarpemisah sepanjang 148 km.

2004: Pada bulan Januari, Hizbullah membebaskan ratusan warga Palestina dan Libanon yang ditahan bertahun-tahun di Israel. Pada tanggal 22 Maret, Syaikh Ahmad Ismail Yasin, pendiri Hamas, gugur syahid akibat serangan helikopter Apache rezim Zionis saat keluar dari masjid setelah sholat Subuh di Jalur Gaza. Pada tanggal 17 April, DR. Abdul Aziz Rantisi, pemimpin Hamas di Gaza, dan anaknya juga ditembak oleh helikopter Apache rezim Zionis. Hamas memilih Khalid Mash’al sebagai pemimpin politik dan membentuk kepemimpinan lain di bagian internal Badan Militer di Palestina. Di tahun ini Yaser Arafat meninggal dunia karena diracun. Jasadnya dimakamkan di kota Ramallah.[im/mt]

PALESTINA MUSLIM

Semenjak awal sejarah Islam, Palestina, dan kota Yerusalem khususnya, telah menjadi tempat suci bagi umat Islam. Sebaliknya bagi Yahudi dan Nasrani, umat Islam telah menjadikan kesucian Palestina sebagai sebuah kesempatan untuk membawa kedamaian kepada daerah ini. Dalam bab ini kita akan membahas beberapa contoh sejarah dari kenyataan ini.

'Isa (Yesus), salah satu nabi yang diutus kepada umat Yahudi, menandai titik balik penting lainnya dalam sejarah Yahudi. Orang-orang Yahudi menolaknya, dan kemudian diusir dari Palestina serta mengalami banyak ketidakberuntungan. Pengikutnya kemudian dikenal sebagai umat Nasrani. Akan tetapi, agama yang disebut Nasrani atau Kristen saat ini didirikan oleh orang lain, yang disebut Paulus (Saul dari Tarsus). Ia menambahkan pemandangan pribadinya tentang Isa ke dalam ajaran yang asli dan merumuskan sebuah ajaran baru di mana Isa tidak disebut sebagai seorang nabi dan Al-Masih, seperti seharusnya, melainkan dengan sebuah ciri ketuhanan. Setelah dua setengah abad ditentang di antara orang-orang Nasrani, ajaran Paulus dijadikan doktrin Trinitas (Tiga Tuhan). Ini adalah sebuah penyimpangan dari ajaran Isa dan pengikut-pengikut awalnya. Setelah ini, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW sehingga beliau bisa mengajarkan Islam, agama Ibrahim, Musa, dan Isa, kepada seluruh umat manusia.

Yerusalem itu suci bagi umat Islam karena dua alasan: kota ini adalah kiblat pertama yang dihadapi oleh umat Islam selama ibadah sholatnya, dan merupakan tempat yang dianggap sebagai salah satu mukjizat terbesar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad: mikraj, perjalanan malam dari Mesjid Haram di Mekkah menuju Mesjid Aqsa di Yerusalem, kenaikannya ke langit, dan kembali lagi ke Mesjid Haram. Al-Qur'an menerangkan kejadian ini sebagai berikut:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qur'an, 17:1)

Dalam wahyu-wahyu Al-Qur'an kepada Nabi SAW, sebagian besar ayat-ayat yang berkesesuaian mengacu kepada Palestina sebagai “tanah suci, yang diberkati.” Ayat 17:1 menggambarkan tempat ini, yang di dalamnya ada Mesjid Aqsa sebagai tanah “yang Kami berkati disekelilingnya.” Dalam ayat 21:71, yang menggambarkan keluarnya Nabi Ibrahim dan Luth, tanah yang sama disebut sebagai “tanah yang Kami berkati untuk semua makhluk.” Pada saat bersamaan, Palestina secara keseluruhan penting artinya bagi umat Islam karena begitu banyak nabi Yahudi yang hidup dan berjuang demi Allah, mengorbankan hidup mereka, atau meninggal dan dikuburkan di sana.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan dalam 2000 tahun terakhir, umat Islam telah menjadi satu-satunya kekuatan yang membawa kedamaian kepada Yerusalem dan Palestina.

Khalifah Umar Membawa Perdamaian dan Keadilan bagi Palestina

Qubbat as-Sakhrah

Setelah Roma mengusir Yahudi dari Palestina, Yerusalem dan sekitarnya menjadi lenyap.

Akan tetapi, Yerusalem kembali menjadi pusat perhatian setelah Pemerintah Romawi Constantine memeluk agama Nasrani (312). Orang-orang Roma Kristen membangun gereja-gereja di Yerusalem, dan menjadikannya sebagai sebuah kota Nasrani. Palestina tetap menjadi daerah Romawi (Bizantium) hingga abad ketujuh, ketika negeri ini menjadi bagian Kerajaan Persia selama masa yang singkat. Akhirnya, Bizantium kembali menguasainya.

Tahun 637 menjadi titik balik penting dalam sejarah Palestina, karena setelah masa ini daerah ini berada di bawah kendali kaum Muslimin. Peristiwa ini mendatangkan perdamaian dan ketertiban bagi Palestina, yang selama berabad-abad telah menjadi tempat perang, pengasingan, penyerangan, dan pembantaian. Apa lagi, setiap kali daerah ini berganti penguasa, seringkali menyaksikan kekejaman baru. Di bawah pemerintahan Muslim, penduduknya, tanpa melihat keyakinan mereka, hidup bersama dalam damai dan ketertiban.

Palestina ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, khalifah kedua. Ketika memasuki Yerusalem, toleransi, kebijaksanaan, dan kebaikan yang ditunjukkannya kepada penduduk daerah ini, tanpa membeda-bedakan agama mereka menandai awal dari sebuah zaman baru yang indah. Seorang pengamat agama terkemuka dari Inggris Karen Armstrong menggambarkan penaklukan Yerusalem oleh Umar dalam hal ini, dalam bukunya Holy War:

Khalifah Umar memasuki Yerusalem dengan mengendarai seekor unta putih, dikawal oleh pemuka kota tersebut, Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar ia dibawa segera ke Haram asy-Syarif, dan di sana ia berlutut berdoa di tempat temannya Muhammad melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup melihatnya dengan ketakutan: ini, ia pikir, pastilah akan menjadi penaklukan penuh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel akan memasuki rumah ibadat tersebut; Ia pastilah sang Anti Kristus yang akan menandai Hari Kiamat. Kemudian Umar minta melihat tempat-tempat suci Nasrani, dan ketika ia berada di Gereja Holy Sepulchre, waktu sholat umat Islam pun tiba. Dengan sopan sang uskup menyilakannya sholat di tempat ia berada, tapi Umar dengan sopan pula menolak. Jika ia berdoa dalam gereja, jelasnya, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah mesjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre. Justru Umar pergi sholat di tempat yang sedikit jauh dari gereja tersebut, dan cukup tepat (perkiraannya), di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy Sepulchre masih ada sebuah mesjid kecil yang dipersembahkan untuk Khalifah Umar.

Mesjid besar Umar lainnya didirikan di Haram asy-Syarif untuk menandai penaklukan oleh umat Islam, bersama dengan mesjid al-Aqsa yang mengenang perjalanan malam Muhammad. Selama bertahun-tahun umat Nasrani menggunakan tempat reruntuhan biara Yahudi ini sebagai tempat pembuangan sampah kota. Sang khalifah membantu umat Islam membersihkan sampah ini dengan tangannya sendiri dan di sana umat Islam membangun tempat sucinya sendiri untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi dunia Islam.9

Pendeknya, umat Islam membawa peradaban bagi Yerusalem dan seluruh Palestina. Bukan memegang keyakinan yang tidak menunjukkan hormat kepada nilai-nilai suci orang lain dan membunuh orang-orang hanya karena mereka mengikuti keyakinan berbeda, budaya Islam yang adil, toleran, dan lemah lembut membawa kedamaian dan ketertiban kepada masyarakat Muslim, Nasrani, dan Yahudi di daerah itu. Umat Islam tidak pernah memilih untuk memaksakan agama, meskipun beberapa orang non-Muslim yang melihat bahwa Islam adalah agama sejati pindah agama dengan bebas menurut keinginannya sendiri.

Perdamaian dan ketertiban ini terus berlanjut sepanjang orang-orang Islam memerintah di daerah ini. Akan tetapi, di akhir abad kesebelas, kekuatan penakluk lain dari Eropa memasuki daerah ini dan merampas tanah beradab Yerusalem dengan tindakan tak berperikemanusiaan dan kekejaman yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para penyerang ini adalah Tentara Perang Salib.

Kekejaman Tentara Perang Salib dan Keadilan Salahuddin

Tentara Perang Salib merampas Yerusalem setelah pengepungan lima minggu, dilanjutkan perampasan perbendaharaan kota dan membantai orang-orang Yahudi dan Islam.

Ketika orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama dalam kedamaian, sang Paus memutuskan untuk membangun sebuah kekuatan perang Salib. Mengikuti ajakan Paus Urbanius II pada 27 November 1095 di Dewan Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk “memerdekakan” tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan yang besar di Timur. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, dan banyak perampasan dan pembantaian di sepanjang perjalanannya, mereka mencapai Yerusalem pada tahun 1099. Kota ini jatuh setelah pengepungan hampir 5 minggu. Ketika Tentara Perang Salib masuk ke dalam, mereka melakukan pembantaian yang sadis. Seluruh orang-orang Islam dan Yahudi dibasmi dengan pedang.

Dalam perkataan seorang ahli sejarah: “Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui… pria maupun wanita.”10 Salah satu tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, merasa bangga dengan kekejaman ini:

Pemandangan mengagumkan akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami (dan ini lebih mengasihi sifatnya) memenggal kepala-kepala musuh-musuh mereka; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki akan terlihat di jalan-jalan kota. Perlu berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada Biara Sulaiman, tempat di mana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali… di biara dan serambi Sulaiman, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.11

Salahuddin al-Ayyubi, yang mengalahkan Tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin, tercatat dalam sumber sejarah dengan keadilan, keberanian, dan wataknya yang terhormat.

Dalam dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam dengan cara tak berperikemanusiaan seperti yang telah digambarkan.12 Perdamaian dan ketertiban di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan pembantaian yang mengerikan.

Tentara Perang Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Salahuddin mengumpulkan seluruh kerajaan Islam di bawah benderanya dalam suatu perang suci dan mengalahkan tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin pada tahun 1187. Setelah pertempuran ini, dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Beliau menghukum mati Reynald dari Chatillon, yang telah begitu keji karena kekejamannya yang hebat yang ia lakukan kepada orang-orang Islam, namun membiarkan Raya Guy pergi, karena ia tidak melakukan kekejaman yang serupa. Palestina sekali lagi menyaksikan arti keadilan yang sebenarnya.

Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, dan pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem untuk perjalanan mikrajnya ke langit, Salahuddin memasuki Yerusalem dan membebaskannya dari 88 tahun pendudukan tentara Perang Salib. Sebaliknya dengan “pembebasan” tentara Perang Salib, Salahuddin tidak menyentuh seorang Nasrani pun di kota tersebut, sehingga menyingkirkan rasa takut mereka bahwa mereka semua akan dibantai. Ia hanya memerintahkan semua umat Nasrani Latin (Katolik) untuk meninggalkan Yerusalem. Umat Nasrani Ortodoks, yang bukan tentara Perang Salib, dibiarkan tinggal dan beribadah menurut yang mereka pilih.

Karen Armstrong menggambarkan penaklukan keduakalinya atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini:

Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak berdendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang Al-Qur’an anjurkan (16:127), dan sekarang, karena permusuhan dihentikan, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194). Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah…. Salahuddin menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah dan ia membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Al-Qur’an, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya al-Adil begitu tertekan karena penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka bersamanya dan kemudian membebaskan mereka di tempat itu juga… Semua pemimpin Muslim merasa tersinggung karena melihat orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa kekayaan mereka, yang bisa digunakan untuk menebus semua tawanan… [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre.13

Pendeknya, Salahuddin dan tentaranya memperlakukan orang-orang Nasrani dengan kasih sayang dan keadilan yang agung, dan menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang lebih dibanding yang diperlihatkan oleh pemimpin mereka.

Ketika Raja Richard I dari Inggris merampas Kastil Acre, ia membantai orang-orang Islam. Lukisan di bawah ini menggambarkan hukuman mati atas ratusan tahanan beragama Islam. Mayat-mayat mereka dan kepala-kepala terpenggal ditumpuk di bawah panggung.

Setelah Yerusalem, tentara Perang Salib melanjutkan perbuatan tidak berprikemanusiaannya dan orang-orang Islam meneruskan keadilannya di kota-kota Palestina lainnya. Pada tahun 1194, Richard Si Hati Singa, yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak, secara tak berkeadilan di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama. Mereka malah tunduk kepada perintah Allah: “Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)…”(Qur’an 5:2) dan tidak pernah melakukan kekejaman kepada orang-orang sipil yang tak bersalah. Di samping itu, mereka tidak pernah menggunakan kekerasan yang tidak perlu, bahkan kepada tentara Perang Salib sekalipun.

Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi terungkap sebagai kebenaran sejarah: Sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda untuk hidup bersama. Kenyataan ini terus ditunjukkan selama 800 tahun setelah Salahuddin khususnya selama masa Ottoman.

Pemerintahan Kesultanan Ottoman yang Adil dan Toleran

Setelah penaklukan Sultan Salim atas Yerusalem dan sekitarnya pada 1514, masa kedamaian dan keamanan selama 400 tahun dimulai di tanah Palestina.

Pada tahun 1514, Sultan Salim menaklukkan Yerusalem dan daerah-daerah sekitarnya dan sekitar 400 tahun pemerintahan Ottoman di Palestina pun dimulai. Seperti di negara-negara Ottoman lainnya, masa ini menyebabkan orang-orang Palestina menikmati perdamaian dan stabilitas meskipun kenyataannya pemeluk tiga keyakinan berbeda hidup berdampingan satu sama lain.

Kesultanan Ottoman diperintah dengan “sistem bangsa (millet),” yang gambaran dasarnya adalah bahwa orang-orang dengan keyakinan berbeda diizinkan hidup menurut keyakinan dan sistem hukumnya sendiri. Orang-orang Nasrani dan Yahudi, yang disebut Al-Qur'an sebagai Ahli Kitab, menemukan toleransi, keamanan, dan kebebasan di tanah Ottoman.

Alasan terpenting dari hal ini adalah bahwa, meskipun Kesultanan Ottoman adalah negara Islam yang diatur oleh orang-orang Islam, kesultanan tidak ingin memaksa rakyatnya untuk memeluk Islam. Sebaliknya kesultanan ingin memberikan kedamaian dan keamanan bagi orang-orang non-Muslim dan memerintah mereka dengan cara sedemikian sehingga mereka nyaman dalam aturan dan keadilan Islam.

Negara-negara besar lainnya pada saat yang sama mempunyai sistem pemerintahan yang lebih kejam, menindas, dan tidak toleran. Spanyol tidak membiarkan keberadaan orang-orang Islam dan Yahudi di tanah Spanyol, dua masyarakat yang mengalami penindasan hebat. Di banyak negara-negara Eropa lainnya, orang Yahudi ditindas hanya karena mereka adalah orang Yahudi (misalnya, mereka dipaksa untuk hidup di kampung khusus minoritas Yahudi (ghetto), dan kadangkala menjadi korban pembantaian massal (pogrom). Orang-orang Nasrani bahkan tidak dapat berdampingan satu sama lain: Pertikaian antara Protestan dan Katolik selama abad keenambelas dan ketujuhbelas menjadikan Eropa sebuah medan pertempuran berdarah. Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) adalah salah satu akibat pertikaian ini. Akibat perang itu, Eropa Tengah menjadi sebuah ajang perang dan di Jerman saja, 5 juta orang (sepertiga jumlah penduduknya) lenyap.

Bertolak belakang dengan kekejaman ini, Kesultanan Ottoman dan negara-negara Islam membangun pemerintahan mereka berdasarkan perintah Al-Qur'an tentang pemerintahan yang toleran, adil, dan berprikemanusiaan. Alasan keadilan dan peradaban yang dipertunjukkan oleh Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman, serta banyak penguasa Islam, yang diterima oleh Dunia Barat saat ini, adalah karena keimanan mereka kepada perintah-perintah Al-Qur'an, yang beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Qur'an, 4:58)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (Qur'an, 4:135)

Penelitian tentang Palestina selama masa Ottoman terakhir mengungkap suatu kemajuan dalam kesejahteraan, perdagangan, dan industri di seluruh wilayah ini.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Qur'an, 60:8)

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Qur'an, 49:9)

Ada sebuah ungkapan yang digunakan dalam politik bahwa “kekuasaan itu menyimpang, dan kekuasaan mutlak itu mutlak menyimpang.” Ini berarti bahwa setiap orang yang menerima kekuasaan politik kadangkala menjadi menyimpang secara akhlak karena kesempatan yang ia peroleh. Ini benar-benar terjadi pada sebagian besar manusia, karena mereka membentuk kehidupan akhlak mereka menurut tekanan sosial. Dengan kata lain, mereka menghindari perbuatan tak berakhlak karena mereka takut pada ketidaksetujuan atau hukuman masyarakat. Namun pihak berwenang memberi mereka kekuasaan, dan menurunkan tekanan sosial atas mereka. Akibatnya, mereka menjadi menyimpang atau merasa jauh lebih mudah untuk berkompromi dengan kehidupan akhlak mereka sendiri. Jika mereka memiliki kekuasaan mutlak (sehingga menjadi para diktator), mereka mungkin mencoba untuk memuaskan keinginan mereka sendiri dengan cara apa pun.

Dinasti Ottoman membawa perdamaian, stabilitas, dan peradaban ke seluruh tanah yang mereka taklukkan. Kita masih bisa menemukan air mancur, jembatan, penginapan, dan mesjid
dari masa Ottoman di seluruh Palestina.
(Kiri) Gerbang Pahlawan, abad ke-16
(Kanan) Khan al-Umdan

Satu-satunya contoh manusiawi yang tidak disentuh oleh hukum penyimpangan tersebut adalah orang yang dengan ikhlas percaya kepada Allah, memeluk agamanya karena rasa takut dan cinta kepada-Nya dan hidup menurut agama itu. Karena itu, akhlak mereka tidak ditentukan oleh masyarakat, dan bahkan bentuk kekuasaan mutlak pun tidak mampu mempengaruhi mereka. Allah menyatakan ini dalam sebuah ayat:

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qur'an, 22:41)

Dalam Al-Qur'an, Allah menjadikan Daud AS, sebagai contoh tentang penguasa yang ideal, yang menerangkan bagaimana ia mengadili dengan keadilan orang-orang yang datang untuk meminta keputusannya dan bagaimana ia berdoa dengan pengabdian seutuhnya kepada Allah. (Al-Qur'an, 38:24)

Dinasti Ottoman membawa perdamaian, ketertiban, dan toleransi kemana pun ia pergi.

Sejarah Islam, yang mencerminkan akhlak yang Allah ajarkan kepada umat Islam dalam Al-Qur'an, penuh dengan penguasa-penguasa yang adil, berkasih sayang, rendah hati, dan bijaksana. Karena para penguasa Muslim takut kepada Allah, mereka tidak dapat berperilaku dengan cara yang menyimpang, sombong atau kejam. Tentu ada penguasa Muslim yang menjadi menyimpang dan keluar dari akhlak Islami, namun mereka adalah pengecualian dan penyimpangan dari norma tersebut. Oleh karena itu, Islam terbukti menjadi satu-satunya sistem keimanan yang menghasilkan bentuk pemerintahan yang adil, toleran, dan berkasih sayang selama 1400 tahun terakhir.

Tanah Palestina adalah sebuah bukti pemerintahan Islam yang adil dan toleran, dan memberi pengaruh kepada banyak kepercayaan dan gagasan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pemerintahan Nabi Muhammad SAW, Umar, Salahuddin, dan sultan-sultan Ottoman adalah pemerintahan yang bahkan orang-orang non-Muslim pun sepakat dengannya. Masa pemerintahan yang adil ini berlanjut hingga abad kedua puluh, dengan berakhirnya pemerintahan Muslim pada tahun 1917, daerah tersebut jatuh ke dalam kekacauan, teror, pertumpahan darah, dan perang.

Yerusalem, pusat tiga agama, mengalami masa stabilitas terpanjang dalam sejarahnya di bawah Ottoman, ketika kedamaian, kekayaan, dan kesejahteraan berkuasa di sana dan di seluruh kesultanan. Umat Nasrani, Yahudi, dan Muslim, dengan berbagai golongannya, beribadah menurut yang mereka sukai, dihormati keyakinannya, dan mengikuti kebiasaan dan tradisi mereka sendiri. Ini dimungkinkan karena Ottoman memerintah dengan keyakinan bahwa membawa keteraturan, keadilan, kedamaian, kesejahteraan, dan toleransi kepada daerah mereka adalah sebuah kewajiban suci.

Banyak ahli sejarah dan ilmuwan politik telah memberi perhatian kepada kenyataan ini. Salah satu dari mereka adalah ahli Timur Tengah yang terkenal di seluruh dunia dari Columbia University, Profesor Edward Said. Berasal dari sebuah keluarga Nasrani di Yerusalem, ia melanjutkan penelitiannya di universitas-universitas Amerika, jauh dari tanah airnya. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Israel Ha’aretz, ia menganjurkan dibangkitkannya “sistem bangsa Ottoman” jika perdamaian permanen ingin dibangun di Timur Tengah. Dalam pernyataannya,

Sebuah minoritas Yahudi bisa bertahan dengan cara minoritas lainnya di dunia Arab bertahan… ini cukup berfungsi baik di bawah Kesultanan Ottoman, dengan sistem millet-nya. Sebuah sistem yang kelihatannya jauh lebih manusiawi dibandingkan sistem yang kita miliki sekarang.14

Memang, Palestina tidak pernah menyaksikan pemerintahan “manusiawi” lain begitu pemerintahan Ottoman berakhir. Antara dua perang dunia, Inggris menghancurkan orang-orang Arab dengan strategi “memecah dan menaklukkannya” dan serentak memperkuat Zionis, yang kemudian terbukti menentang, bahkan terhadap mereka sendiri. Zionisme memicu kemarahan orang-orang Arab, dan dari tahun 1930an, Palestina menjadi tempat pertentangan antara kedua kelompok ini. Zionis membentuk kelompok teroris untuk melawan orang-orag Palestina, dan segera setelahnya, mulai menyerang orang-orang Inggris pula. Begitu Inggris berlepas tangan dan menyerahkan kekuasaannya atas daerah ini pada 1947, pertentangan inim yang berubah menjadi perang dan pendudukan Israel serta pembantaian (yang terus berlanjut hingga hari ini) mulai bertambah parah.

Agar daerah ini dapat menikmati pemerintahan “manusiawi”nya kembali, orang-orang Yahudi harus meninggalkan Zionisme dan tujuannya tentang “Palestina yang secara khusus bagi orang-orang Yahudi,” dan menerima gagasan berbagi daerah dengan orang-orang Arab dengan syarat yang sama. Bangsa Arab, dengan demikian pula, harus menghilangkan tujuan yang tidak Islami seperti “melemparkan Israel ke laut” atau “memenggal kepala semua orang Yahudi,” dan menerima gagasan hidup bersama dengan mereka. Menurut Said, ini berarti mengembalikan lagi sistem Ottoman, yang merupakan satu-satunya pemecahan yang akan memungkinkan orang-orang di daerah ini hidup dalam perdamaian dan ketertiban. Sistem ini mungkin dapat menciptakan sebuah lingkungan perdamaian wilayah dan keamanan, seperti yang pernah terjadi di masa lalu.

Dalam bab terakhir, kita akan membahas dengan rinci pemecahan ini. Namun sebelum kita melakukannya, mari kita tinjau kembali masa lalu untuk meneliti kekacauan dan kekejaman yang menguasai Palestina setelah pemerintahan Muslim berakhir.

9- Karen Armstrong, Holy War, (MacMillan: 1988), hlm. 30-31. tanda penegasan ditambahkan
10- "Gesta Francorum, or the Deeds of the Franks and the Other Pilgrims to Jerusalem," trans. Rosalind Hill, (London: 1962), hlm. 91. tanda penegasan ditambahkan
11- August C. Krey, The First Crusade: The Accounts of Eye-Witnesses and Participants (Princeton & London: 1921), hlm. 261. tanda penegasan ditambahkan
12- Krey, The First Crusade, hlm. 262.
13- Armstrong, Holy War, hlm. 185. tanda penegasan ditambahkan.
14- An Interview with Edward Said by Ari Shavit, Ha'aretz, Agustus 18, 2000

Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Yerusalem di Masa Kejayaan Islam
ebelum Perang Salib mele tus, Yerusalem berada dalam masa kejayaan. Kota itu menjelma menjadi pusat perdagangan dan ilmu pengeta hu an. Tak heran, bila di Yerusalem tersebar begitu banyak madrasah yang melahirkan sederet ilmuwan Muslim terkemuka. Sayang, ke makmuran dan kemajuan itu sirna begitu saja, setelah tentara Perang Salib menghancurkan dan membunuhi penduduk kota suci itu.

Seorang pelancong Muslim, Nas ruddin Khusraw pada tahun 1047 M sempat bertandang ke Yerusalem. Ia mencatat, Yerusalem telah mencapai kemajuan beberapa dekade sebelum berkecamuk nya Perang Salib. Menurut Nas ruddin, pada era itu Yerusalem be gitu makmur. Harga barang-barang begitu murah. Kotanya juga begitu indah berhiaskan pasar nan cantik dan gedung-gedung yang tinggi.

Menurut Nasruddin, Yerusalem sudah memiliki sederet seniman dan setiap hasil karyanya memiliki pasar tersendiri. Jumlah penduduk kota itu pun terbilang be gitu besar. Satu hal yang mem buat Nasruddin ter kagum- kagum, di kota itu ternyata sudah berdiri rumah sakit (RS) yang besar. RS yang dikelola de ngan dana wakaf, menggratiskan biaya pengobatan pasien dan membayar dokter dengan gaji yang besar.

Nasruddin juga menuturkan, di kota itu juga berdiri asrama-asra ma bagi para Sufi tinggal dan ber ibadah. Pada era keemasan Islam di Yerusalem, masjid tak hanya berfungsi sebagai tempat ber- ibadah, namun juga tempat mengembang - kan ilmu pengetahun dan kebudayaan Islam. Di sekitar Masjid Al- Aqsa berdiri sejumlah madrasah tempat para pelajar menuntut ilmu.

Beberapa madrasah yang ber diri di Yerusalem itu antara lain, Madrasah Farisiya yang dibangun Emir Fares-ud-din Albky. Selain itu ada pula Madrasah Nahriye, Nassiriya, Qataniya, Fakriya, Ba la diya dan Tankeziya. Sejumlah wa nita asal Turki berada di bela kang pembangunan madrasah-madrasah yang berada di sekitar Al-Aqsa.

Menjamurnya madrasah di se kitar Al-Aqsa menandakan aktivitas perkembangan ilmu pengetahuan begitu menggeliat di Ye rusalem pada masa kejayaan Is lam. Pada abad ke-11 M, di bawah kekuasaan Dinasti Seljuk be ra gam aktivitas kebudayaan ber kembang di Yerusalem. Sejumlah sarjana dari Barat dan Timur ber tandangdan menetap di kota ini. Mereka ikut ambil bagian untuk memperkaya kehidupan kebudayaan.

Beberapa ilmuwan yang ikut mengembangkan aktivitas kebudayaan dan ilmu pengetahuan itu antara lain; Sha’afiite Nasir bin Ibrahim Al-Maqdisi (1096) yag mengajar di madrasah Nassriyya; Ata al-Maqdisi (Abu’l Fadl); serta Al-Rumali. Abu’l Farradj Abd Al- Waheed juga ber mukim di Yerusalem untuk menyebar kan Madzhab Hanbali di Ye rusalem. Dia menulis Kitab al- Djawaher yakni tafsir Alquran.

Selain itu, be berapa ulama lainnya yang ting gal di Ye ru salem seperti Abu Fath Nasr, pengarang sejumlah karya. Abu’l Maaly Al-Mucharraf merupakan ilmuwan besar Ye rusalem yang menulis kitab Fadail al-Bayt Al-muqaddas wa Asakh ra. Kitab itu mengupas tentang kota beserta sejarahnya. Ulama se kaligus ilmuwan Muslim tersohor, Al-Ghazali (lahir 1058) juga bermukim di kota ini.

artikel ini dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: