900-an masjid telah tersebar di Irian (Papua), ribuan orang dimandikan secara massal, diajari cara berpakaian, dikhitan, kemudian dituntun mengucapkan kalimah syahadat.
Jangan terkejut bila suatu hari Anda bertemu dengan penduduk asli Irian yang pandai mengaji dan berbahasa Arab. Sampai saat ini sudah sekitar 1.400 anak asli Papua disekolahkan di berbagai pesantren di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi, gratis. Bahkan sebagian diantaranya sudah ada yang menuntut ilmu di perguruan tinggi di dalam dan luar negeri. Ratusan di antaranya tengah menempuh jenjang S1 bahkan sudah ada 29 orang yang meraih gelar Doktor ( S2 ).
Realitas di atas hanyalah sedikit dari prestasi yang diukir para da'i Yayasan Al Fatih Kaafah Nusantara, yang dikomandoi oleh ust. M. Zaaf. Fadlan Rabbani Al Garamatan, seorang pendakwah asli Irian yang baru menginjak usia 40 tahunan.
Perkembangan dakwah di bumi Papua ini memang istimewa, walaupun Islam adalah agama pertama yang masuk kesana melalui hubungan dengan kerajaan Islam Ternate dan Tidore di Maluku. Bahkan Sultan Iskandar Syah dari Samudera Pasai pun pernah berkunjung ke pulau cenderawasih ini, selain itu ditemukan pula jejak pengaruh dari kesultanan demak di masa Raden Patah. Namun opini dan pencitraan yang keliru yang sengaja dihembuskan, membuat sebagian kita mengidentikan Papua dengan Nasrani atau Kristen. Sebetulnya jumlah muslim di Irian cukup besar sekitar 40% dari jumlah penduduknya.
Berdakwah di antara Babi dan Koteka
Pembinaan masyarakat asli Irian,setelah mereka diperkenalkan dengan islam adalah mengajari mandi dan berpakaian. Sebelumnya mereka tidak pernah mengenal cara memebersihkan tubuh,bahkan untuk menghindari gigitan nyamuk dan udara dingin mereka selalu melumuri tubuhnya dengan minyak babi. Para calon muallaf ini dibimbing untuk mandi dengan air dan sabun juga keramas memakai sabun.
Pernah suatu ketika ada seorang kepala suku yang begitu menikmati sabun mandi,tanpa dibilas dia langsung keliling kampung karena amat senang dengan bau wangi sabun ditubuhnya.
Mengenalkan pakaian memang proses awal yang susah,mula-mula ketika dikenalkan celana kolor (underwear) mereka tertawa. Namun ketika mereka memakainya semakin lama semakin enjoy, malah akhirnya malu melepaskannya. Muslimah-muslimah muallaf ini pun tidak kalah semangatnya dalam ber-islam,mereka pun merasa senang dengan balutan busana yang menutupi aurat,tidak nampak keengganan diwajah mereka sedikitpun.
Bahkan suatu kali pernah ditanyakan secara berkelakar kepada muslimah irian ini "Apakah mereka mau kembali melepaskan busananya dan kembali bertelanjang seperti dulu?". Mereka tersipu malu dan menolak untuk menampakkan auratnya,seperti ketika belum mengenal islam,sungguh mengharukan. Menjadi ironis bila kita melihat kehidupan wanita di Jakarta yang justru berlomba-lomba menelanjangi tubuh mereka,dan bersedia difoto dengan busana terbuka dicover-cover majalah."Kasihan bener orang jakarta,baru belajar telanjang!!".
Menjadi Lebih Baik Setelah memeluk islam
Setelah memeluk islam setiap sholat fardu selalu menyempatkan melakukannya dimusholla atau masjid dan mereka mengaku merasa senang.Barangkali islam mereka lebih baik dari saudara-saudara muslim yg sudah lahir sejak kecil.
ada seorang kepala suku yang menyatakan masuk islam,kemudian dianiaya sekelompok orang,ditindih kayu,ditelanjangi,namun tetap teguh memegang syahadat
sumber http://wakaf-alquran.org/
-------------------------------------------------------------------------------------------
komentar saya: Anda ingin mendukung saudara-saudara kita dalam mendalami islam dengan wakaf Al-Quran silahkan gabung,untuk info lebih lanjut buka site yang sudah saya cantumkan
Bingkisan Rindu..
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar