Ketika Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai utusan Allah setelah Rasulullah saw., dunia sudah terhentak. Pemikiran ini jelas kanker akidah yang membahayakan umat. Konsekuensi dari keyakinan ini adalah riddah, keluar dari Islam. Para ulama telah bersepakat ihwal status Rasulullah saw. sebagai pamungkas para nabi dan rasul. Nabi saw. bersabda:”Sesungguhnya akan ada di tengah-tengah umatku 30 orang pendusta, seluruhnya menyatakan bahwa mereka adalah nabi, padahal aku adalah penutup para nabi dan tidak ada lagi nabi setelahku.”
Jemaat Ahmadiyah yang lahir di tengah-tengah perjuangan umat Islam India melawan imperialis Inggris jelas menambah masalah baru. Yang lebih menyentakkan lagi ialah keluarnya fatwa dari sang ?nabi’ untuk tidak memerangi kolonialis Inggris, dan himbauan untuk bersahabat dengan mereka.
Terang saja banyak orang mengerenyutkan kening. Curiga bahwa kemunculan nabi plagiat ini adalah kombinasi antara megalomania - haus kekuasaan-, patogen akidah, dan misi intelijen kaum imperialis untuk memecah belah perjuangan umat Islam di India. Bagian terakhir ini makin dikuatkan dengan kenyataan bahwa jemaat Ahmadiyah membangun kekhilafahannya di ibu kota imperialis, London, Inggris. Menguatkan dugaan bahwa Inggris adalah bidan yang membantu kelahiran aliran sesat ini.
Kini, di dunia, terdapat ratusan mungkin ribuan aliran sesat serupa Ahmadiyah. Kemunculan mereka pastinya menambah runyam kondisi umat. Sudahlah tak memiliki kepemimpinan, ditambah lagi borok yang menggerogoti akidah umat.
Sebagian aliran itu muncul karena ?kenekatan’ para pemimpinnya dalam menafsirkan ajaran agama secara bebas, tapi sebagian lagi kita patut curiga sebagai manuver politik keji terhadap umat. Selain menyesatkan, kemunculan kelompok-kelompok sempalan tersebut juga memecah belah dan secara otomatis melemahkan perjuangan umat Islam.
Banyak kalangan yang menganalisa bahwa kemunculan aliran-aliran sempalan merupakan bagian dari desain besar untuk merontokkan perjuangan umat. Dengan payung hukum demokrasi dan HAM, tak ada satupun institusi formal yang bisa melarang menjamurnya berbagai aliran sesat. Terbukti, Bakor PAKEM (Badan Koordinasi Pengawas Aliran dan Kepercayaan Masyarakat) pada? awal tahun ini menyatakan bahwa Ahmadiyah diperbolehkan tetap eksis dan berkembang. Sebelumnya, jemaat Kerajaan Tuhan pimpinan Lia Eden, juga berakhir dengan vonis bebas di pengadilan
Yang lebih mengejutkan lagi adalah pernyataan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Wisnu Soebroto, meminta agar fatwa MUI yang menyatakan bahwa Ahmadiyah ajaran sesat agar ditinjau kembali. Dalam laporan akhir tahun 2007 di Kejagung, Wisnu, meminta agar Forum Pakem berhati-hati dalam mengeluarkan larangan terhadap sebuah aliran (INTELIJEN, No. 24 Th IV/2008/17-30 Januari).
Bidikan dari misi aliran sesat ini, selain memecah belah umat, menjauhkan umat Islam dari? perjuangan penegakkan syari’at dan khilafah, juga untuk memberangus kelompok pro-syari’ah.
Skenarionya adalah dengan melakukan taktik pancing-jaring. Dengan pembiaran berkembangnya beragam aliran sesat, maka akan terjadi konflik horisontal antara umat Islam dengan para pendukung aliran sesat. Ditambah dengan provokasi dan kecerdikan para intel, maka dengan amat mudah akan muncul aksi kekerasan. Ini seperti memancing ular keluar dari sarangnya untuk kemudian digebug dengan mudah. Ending-nya bisa ditebak, kelompok pro-syariat bisa diberangus karena dianggap telah melanggar hukum, dengan melakukan anarkisme.
Juru bicara Ahmadiyah, Mubarik Ahmad, menegaskan bahwa pihaknya bersandar pada UUD ?45 dan konvensi internasional yang menjamin kebebasan beragama. Direktur Indonesian Conference, Religion and Peace (ICRP), Djohan Efendi berharap pemerintah tidak tinggal diam atas warga negaranya yang tidak bebas menjalankan keyakinannya.
Lebih jauh lagi, Gus Dur meminta kepada pemerintah agar membubarkan MUI. Alasannya, kekerasan yang menimpa jamaah Ahmadiyah disebabkan fatwa dari MUI. Sementara itu praktisi hukum, Adnan Buyung Nasution, menyayangkan sikap pemerintah yang dianggap lemah terhadap MUI.
Melihat peta politik ini, maka sepatutnya para pejuang syariah semakin waspada. Tidak mudah terpancing dengan provokasi musuh, apalagi jatuh pada tindakan anarkisme.
Perlu kehati-hatian dan langkah yang tepat. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah tetap melakukan pergolakan pemikiran yakni melawan kesesatan pemikiran lawan, serta membongkar kebusukan manuver-manuver politik musuh dan para pelakunya. Kemudian menyadarkan aparat hukum dan penguasa akan bahaya dan licinnya aliran-aliran sesat ini. Bahwa demokrasi dan HAM bukanlah obat dan harapan, melainkan senjata beracun yang mematikan umat Islam.
Terakhir, maraknya aliran sesat semestinya menyadarkan kita akan pentingnya memiliki kepemimpinan yang tunduk pada al-Quran dan as-Sunnah. Yang melindungi umat dari segala kejahatan, termasuk kejahatan akidah. [januar]
Bingkisan Rindu..
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar