Rabu, 30 Juli 2008

Kemiskinan dan Kelaparan, Senjata Lama Neokolonialisme Untuk Kuasai Dunia

Dalam beberapa waktu terakhir ini dunia kembali dihangatkan dengan permasalahan harga pangan dunia dan merajalelanya kemiskinan yang dipicu oleh kenaikan harga pangan dan minyak. Menurur data Badan Pangan Dunia (FAO), krisis harga pangan dunia telah mengancam sekitar 1 milyar penduduk mati kelaparan jika tidak ada upaya serius.

Dari sini, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah krisis-krisis itu terjadi karena musim kekeringan atau maraknya pengembangan bioenergi yang banyak menyedot bahan biji-bijian, seperti yang disiyalir oleh sejumlah pakar ekonomi ? atau apakah kemiskinan dan kelaparan dunia merupakan bagian dari strategi global yang dikomandoi oleh IMF, Bank Dunia serta WTO sebagai bagian dari politik neokolonialime internasional?

Proses pemiskinan dan pelaparan global sesungguhnya bukan hasil dari konspirasi jangka pendek, tapi merupakan hasil dari strategi global yang diterapkan sejak abad 19 untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan politis. Motifnya, karena negara-negara Barat mengkhawatirkan pertumbuhan penduduk dunia yang cepat sehingga akan berdampak mengurangi ketersediaan sumber alam dan bahan-bahan baku yang dibutuhkan oleh negara-negara industri maju untuk memelihara tingkat kesejahteraannya. Sedangkan tujuannya adalah untuk menjaga hegemoni Barat dan AS atas rakyat di negara-negara berkembang.

Untuk memperjelas kesimpulan diatas, berikut ini beberapa fakta yang menunjukan kepada kesimpulan tersebut:

Pertama : Telah sejak lama, masyarakat AS terus memperingatkan bahaya pertambahan penduduk dunia yang cepat yang dapat mengurangi kesejahteraan rakyat AS. Mantan Menhan AS, Robert Maccainmour dalam pidatonya di Roma tahun 1979, mengatakan “Sesungguhnya pertumbuhan yang cepat dari penduduk dunia telah menjadi penghalang utama pertumbuhan ekonomi dan sosial dunia. Oleh karenanya, hari ini juga dan bukan besok kita harus mencegah agar penduduk dunia tidak melampaui jumlah 10 milyar jiwa.” Dalam kesempatan itu, Mantan Menhan AS memberikan opsi untuk mengatasi pertambahan penduduk, yaitu dengan mengurangi angka kelahiran atau memperbanyak angka kematian. Maccainmour, di era nuklir ini, maka perang adalah salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan angka kematian dengan cepat. dan cara kedua, dapat dilakukan dengan memperluas wilayah kelaparan dan jangkitan penyakit.

Kedua : Dalam sejarah masa lalu, AS memang belum terbukti menggunakan senjata “pemiskinan” dan “kelaparan”, namun negara pengasuhnya yaitu Inggris adalah pakar dalam penggunaan strategi ini untuk melanggengkan kolonialismenya. Sebagai contoh, di India, negara ini telah membantai jutaan penduduk India karena kebijakan Inggris yang menghalangi penduduk India dari akses sumber-sumber pangan dan pertanian. Kebijakan itu diterapkannya agar dapat mengendalikan rakyat India. Tengok saja misalnya ilustrasi mengenai hal ini, Dalam buku berjudul “ Kelaparan di India” yang dikarang oleh B.M. Patiyya tahun 1967:

“Antara abad ke-11 sampai Abad ke-14, India mengalami kelaparan massal sebanyak 14 kali atau rata-rata 2 kali dalam 2 abad. Namun situasi demikian berubah total, setelah datangnya penjajah Inggris tahun 1859. Sejak tahun itu hingga 1914, India dilanda kelaparan besar setiap 2 tahun sekali.” Pada saat negara-negara lain di dunia angka pertumbuhan penduduknya meningkat, namun India hampir satu abad lebih jumlah penduduknya tidak bertambah hingga tahun 1914. Hal ini, menurut Poul Goulmaz, akibat kebijakan pemiskinan dan pelaparan sistematik yang diterapkan penjajah Inggris.

Sebelum kedatangan Inggris di India, pola pertanian masyarakat India pada masa itu sebenarnya telah baik. Penguasa Hindustan pada saat itu, menghentikan penarikan pajak pada saat musim kering dan membuat gudang-gudang strategis sebagai cadangan pangan, sehingga masyarakat ketika musim paceklik tiba terhindar dari bahaya kelaparan. Namun setelah datang Inggris, penguasa kolonial Inggris mengubah semua kebijakan sebelumnya. Mereka secara sengaja menerapkan “perampokan sistematik” melalui pemungutan pajak yang tinggi terhadap para petani dan hasil pertanian baik di musim panen maupun musim kering. Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kelaparan yang besar yang menewaskan lebih dari 10 juta penduduk miskin India khususnya di daerah Banggali, Ohare dan Orisia. Dengan kata lain, pemerintahan kolonial Inggris pada saat itu sama sekali tidak mengijinkan terpenuhi keamanan pangan di setiap wilayah jajahannya di India. Kebijakan Inggris lainnya, adalah sengaja mengekspor hasil pertanian ke luar India ketika masa panen melebihi target dengan mendorong digalakannya perdagangan bebas. Ringkasnya, kolonial Inggris sengaja membuat lapar warga India agar menurut perintah-perintah kolonial dan dipaksa untuk bekerja di ladang-ladang kerja paksa dan pembangunan jalan-jalan kereta api.

Dari kisah politik pemiskinan dan pelaparan yang diterapkan Inggris di India tersebut, maka pertanyaannya adalah adakah perbedaan antara kebijakan kolonial Inggris dengan sistem tatanan dunia saat ini yang dipimpin oleh Presiden AS George Bush senior yang kemudian diteruskan oleh anaknya?. Jawabannya tentu tidak ada perbedaannya, siapakah yang mempermainkan harga bahan-bahan pangan? Bukankah sistem tatanan ekonomi global saat ini juga mengadopsi perdagangan bebas yang paling liberal, khususnya setelah kedaulatan nasional negara-negara saat ini sedikit banyak telah melebur? Dan bukankah sistem ekonomi global telah menyebabkan seluruh penduduk dunia saat ini berada dibawah belas kasihan perusahaan-perusahaan lintas negara dan para spekulan?.

Bukankah industri pangan dunia saat ini berada dibawah kekuasaan perusahaan kartel Eropa dan AS dan bukankan harga bahan pangan yang dimakan penduduk Afrika dan Asia dan Amerika Latin juga ditentukan oleh pusat-pusat bursa saham dunia dan perusahaan-perusahaan kartel tersebut? Perusahaan-perusahaan Kartel AS dan Eropa akan dengan mudah menaikan harga pangan dunia sekehendak mereka agar terjadi kelaparan serta kemiskinan dalam skala global. Jadi, apa yang dilakukan oleh sistem ekonomi global saat ini sesungguhnya adalah politik yang sama yang diterapkan Inggris di India pada masa lalu. [syarif/alq/www.suara-islam.com]

Tidak ada komentar: