Selasa, 08 Juli 2008

Waspada: Stigma Terorisme Digulirkan Kembali di Negeri ini Sebagai Bagian dari "War on Islam"

Mabes Polri menggerebek dua orang warga di Kecamatan Ilir karena diduga teroris dan menjadi kaki tangan Noordin M Top. Pengamat intelejen Herman Y. Ibrahim mengatakan bahwa sepak terjang Densus 88 tak lepas dari campur tangan asing.

Bukan hanya itu, sebagian pihak mulai melakukan propaganda negatif terhadap gerakan-gerakan Islam yang berhubungan dengan terorisme.

"Sebetulnya, ini (Densus 88) bagian agenda global. Dananya dari luar, dari Amerika dan Australia," kata Herman.

Dia juga mengungkapkan bahwa Densus 88 dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.

Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS. ''Makanya Amerika akan marah kalau tidak ada korban karena sudah banyak uang dikucurkan,'' tegas Herman.

Seperti di luar negeri, sembilan orang bertopeng, Kamis, sekitar pukul 08.25 WIB, tampak memasuki pintu kargo menuju pesawat polisi dengan nomor lambung P 2035 yang parkir di blok E/NP Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumsel.

Kesembilan orang bertopeng tersebut dikawal ketat oleh pasukan dari Brimobda Sumsel menuju pesawat yang siap tinggal landas ke Jakarta. Di seolah-olah benar sebagai teroris.

Tepat pukul 09.00 WIB, pesawat lepas landas meninggalkan Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.

Sebelumnya selama dua hari, Selasa (1/7) dan Rabu (2/7), pasukan Densus 88 Mabes Polri bekerja sama dengan Gegana Brimobda Polda Sumsel melakukan penggerebekan dan menangkap dua orang yang diduga pelaku teror berinisial W dan seorang temannya.

Propaganda Negatif
Isu terorisme terus digulirkan. Lebih dari itu ada upaya pengaitan stigma teroris kepada gerakan-gerakan Islam. Seperti yang ditulis oleh seorang agen, "Harapan lebih teror Islamis di Indonesia," kata Bramantyo Prijosusilo dalam New America Media.

Dengan penuh stigma negatif Bramantyo menulis bahwa Indonesia tidak hanya gagal melindungi minoritas dari kekerasan para islamisme militan, juga pemerintah secara aktif mendukung intimidasi penentangan kelompok kecil Ahmadiyah.

Ia menuding para pejuang penerapann hukum syariah seperti Forum Umat Islam (FUI), Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA).

"Lebih membahayakan, aturan syariah yang utopia juga mengikat kelompok-kelompok ini dalam sebuah ikatan persahabatan dengan kelompok-kelompok kabur seperti organisasi teroris Jemaah Islamiyyah (JI) dan Al-Qaeda."

Propaganda negatif ini mengarahkan bahwa terorisme merupakan bagian dari perjuangan terhadap aturan syariah. Sementara gerakan-gerakan Islam yang merindukan syariah dicap sebagai pelaku teroris. Inilah sebenarnya yang diharapkan oleh Amerika. Tak aneh bila Amerika terus menerus mengeluarkan dana dalam rangka kampanye "war on terrorism" yang tiada lain "war on Islam". Tujuannya tiada lain agar Islam tidak bangkit. Karena Islam-lah satu-satunya ancaman besar yang akan mengancam kepentingan Amerika, baik dari sisi hostility maupun capability.

Stigma negatif terhadap perjuangan syariah bukanlah hal yang baru. Melihat metode Rasullah dalam berdakwah, stigma atau propganda negatif terus digulirkan oleh kaum kafir Quraisy. Stigma tersebut diarahkan kepada Islam sendiri dan juga para pengembannya. Tujuannya agar masyarakat takut dengan apa yang dibawa oleh Muhammad dan menjauhi mereka.

Demikian pula di era sekarang. Propaganda negatif merupakan bagian dari perlawanan dakwah. Islam distigma sebagai ideologi syetan dan perjuangan penerapan syariah dituduh sebagai terorisme. Peristiwa Gedung WTC 11 september beberapa tahun lalu yang merupakan konspirasi dari Amerika sendiri menjadi titik awal perang Amerika terhadap dunia Islam.

Amerika terus menerus melakukan serangkaian penjajahan, pendudukan dan tindakan terorisme yang diamini oleh para agen-agennya. Lebih dari satu juta jiwa dari kalangan sipil tewas di Irak akibat tindakan terorisme Amerika. Ideologi kapitalisme dengan sekularisme yang busuk sebagai landasannya terus dipaksakan di negeri-negeri kaum Muslim. Tetapi semua diam membisu. Sampai kapan? [z/f/si/syabab.com]

Wawancara MR Kurnia : Isu Terorisme Untuk Membendung Arus Islam

Maraknya kembali penangkapan terhadap orang-orang yang didakwa melalukan tindakan terorisme menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada pihak yang memuji langkah Densus 88 karena bertindak sigap mencegah tindak terorisme. Apalagi para pelaku yang ditangkap di Sumatera Selatan disebut-sebut menyimpan bahan peledak yang jauh lebih dahsyat dari bom Bali. Namun , tidak sedikit pula yang mempertanyakan apa motif sebenarnya dibaliknya penangkapan ini. Berikut ini wawancara kami dengan MR Kurnia , ketua Lajnah Siayasi (Departemen Politik) Hizbut Tahrir yang juga salah seorang ketua DPP HTI.

Ada apa dibalik penangkapan orang yang dituduh teroris di Palembang?

Saya lihat ini untuk membendung arus Islam. Isu terorisme muncul pada saat umat Islam bersatu dalam satu kesatuan menentang Ahmadiyah yang mengacak-acak Islam. Juga, isu itu terjadi pada waktu dukungan umat Islam terhadap Islam demikian besar. Pertengahan Juni 2008 The Jakarta Post pernah memuat laporan dengan tajuk ‘Dukungan terhadap syariat Islam yang menghawatirkan’ dimana 52% rakyat Indonesia setuju syariat Islam. Menurut beberapa penelitian rakyat yang setuju penerapan syariat Islam hingga 74%. Wajar pihak yang anti Islam ketakutan. Lalu, peristiwa penangkapan tersangka terorisme dihubung-hubungkan dengan Islam. Buktinya, ayat-ayat kursi bertuliskan Arab yang menempel di dinding berulang kali disorot untuk mengesankan pelakunya aktivis Islam. Ingat juga, sejak peledakan WTC tahun 2001 Bush mendefinisikan teroris sebagai pihak-pihak yang menentang kebijakan AS. “Either you are with us or with terrorists (Anda bersama kami ataukah bersama para teroris),” ujar Bush. Di Indonesia, saat ini sedang rame menentang banyak kepentingan AS, antara lain penghentian Namru 2, isu pengambilalihan (nasionalisasi) aset-aset publik yang nota bene dikuasa AS seperti Migas, tambang, dll. Umat Islam dan organisasi Islamlah yang menyuarakan kepentingan rakyat tersebut. Tidak aneh, isu terorisme diangkat kembali.

Adakah kejanggalan dari penangkapan ini?

Ya. Mari kita lihat kejadian sebelumnya. Pertama, ada hubungan politik terkait terorisme. Pada Februari 2008, sebelum berkunjung ke Indonesia, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Robert Gates datang ke Australia menghadiri forum konsultatif para menteri luar negeri dan menteri pertahanan Australia-AS(AUSMIN) yang akan membicarakan tentang keinginan mereka untuk memperdalam keterlibatan Australia-AS secara luas dengan Indonesia, juga meningkatkan kesejahteraan dan kontra terorisme.

Kedua, penciptaan opini bahwa ada teroris kabur ke Indonesia. Awal Maret, Mas Slamet Kastari dinyatakan kabur dari Singapura. Aneh, penjara yang dijaga begitu ketat kok bisa kebobolan. Interpol segera mengeluarkan kondisi siaga merah, yakni perintah penangkapan.

Ketiga, Filipina dan Malaysia melakukan penangkapan terhadap warga negara Indonesia (WNI) muslim dengan menjeratnya terlibat aksi terorisme pada 13 Maret 2008. Ini untuk menegaskan bahwa Indonesia sarang teroris.

Keempat, setelah penangkapan di luar neger, terjadilah penangkapan WNI di Palembang, dalam negeri Indonesia. Yang menarik perhatian sekaligus kejanggalan adalah salah satunya warga Singapura keturunan India. Selain itu, dikatakan bahwa mereka anak buahnya Kastari yang dikatakan kabur dari Singapura itu. Bila realitasnya Kastari dibiarkan kabur oleh Singapura, maka menjadi jelas apa yang sebenarnya terjadi terkait penangkapan orang-orang yang dituduh teroris di Palembang itu.

Kenapa isu terorisme terus diangkat?

Bush kan sudah menyatakan sejak awal bahwa perang ini akan berlangsung lama. Bush pernah menyatakan “this war, this crusade will take a long time” . Tujuannya jelas untuk kepenting AS . AS sangat berkepentingan untuk membendung arus Islam yang kian lama kian menguat. Di samping, untuk terus melanggengkan isu war on terrorism (perang melawan terorisme). Lihatlah, mereka langsung dituduh sebagai bagian Jama’ah Islamiyah (JI). Padahal, sejak awal istilah JI tidak dikenal sebagai nama suatu kelompok tertentu. Istilah ini sangat tendensius menyudutkan kelompok-kelompok Islam. Satu-satunya sumber yang menyatakan JI sebagai nama kelompok adalah Sydney Jones, peneliti ICG. Pengadilan belum membuktikan, pengakuan dari pihak yang bersangkutan pun tidak ada. Juga, di Indonesia, saat ini sedang rame menentang banyak kepentingan AS, antara lain penghentian Namru 2, isu pengambilalihan (nasionalisasi) aset-aset publik yang nota bene dikuasa AS seperti Migas, tambang, dll. Umat Islam dan organisasi Islamlah yang menyuarakan kepentingan rakyat tersebut. Padahal, Bush mendefinisikan teroris sebagai pihak-pihak yang menentang kebijakan AS. “Either you are with us or with terrorists (Anda bersama kami ataukah bersama para teroris),” ujar Bush. Jadi, tidak heran isu terorisme terus diangkat.

Bagaimana sikap umat Islam menghadapi hal ini?

Menurut saya, umat Islam harus selalu cermat dalam menerima berbagai informasi terkait kepentingan Islam dan umatnya. Sangat penting umat Islam menyadari bahwa isu terorisme adalah alat yang digunakan oleh AS dan sekutunya untuk membungkam Islam. Untuk itu harust erus menjalin persatuan dan kesatuan antar berbagai komponen umat Islam sehingga tidak porakporanda dengan adanya isu terorisme tersebut. Last but not least, terus istiqomah berjuang menegakkan syariat Islam dan menyatukan umat dalam khilafah melalui metode yang dicontohkan Nabi SAW: fikriyah (pemikiran), siyasiyah (politik) dan ghoiru ‘unfiyah (tanpa kekerasan). Dengan Khilafah umat Islam memiliki kekuatan politik untuk melindungi kepentingan umat dan memenangkan perang propaganda ini. [sumber http://hizbut-tahrir.or.id dan http://swaramuslim.com]

Tidak ada komentar: